Sabtu, 17 November 2012

BISNIS AIRLINES, Matakuliah Manajemen Airline.

BISNIS AIRLINES

Oleh : Kang Igun
 

Karakteristik Umum Bisnis Airlines
1. Industri jasa (service industry)
Bisnis jasa : memberikan jasa pada pelanggan, memindahkan penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain dengan harga yang telah disetujui.
2. Padat modal (capital intensive)
Bisnis ini memerlukan dana yang besar tidak hanya pada awalnya tetapi secara terus menerus.
Membutuhkan banyak peralatan dan fasilitas yang mahal, dari pesawat sampai flight simulators untuk pelatihan dan hanggar untuk perawatan. Kebutuhan modal membutuhkan profitabilitas yang konsisten dalam jangka panjang.

3. Arus kas tinggi (high cash flow)
Bagi airlines yang memiliki pesawat sendiri, terdapat biaya depresiasi selama pemakaian : membutuhkan positive cash flow. Pada umumnya airlines menggunakan cash flow untuk membayar utang atau mendapatkan pesawat baru.
4. Padat karya (labor intensive)
Bisnis Airlines jenis ini mempekerjakan banyak karyawan dari berbagai tingkatan dan fungsi. Karyawan meliputi bidang operasional, teknik, manajemen dan perencanaan, keuangan dan organisasi.
5. Sangat terorganisir (highly unionized)
Industri ini penuh dengan peraturan-peraturan ketat.
6. Rentan terhadap perkembangan teknologi yang pesat dan akibatnya
Perkembangan teknologi untuk meningkatkan efisiensi pesawat udara.
  • Pengurangan berat pesawat.
  • Penghematan bahan bakar.
  • Peningkatan ukuran pesawat udara.
  • Peningkatan kecepatan terbang.
  • Peningkatan jarak tempuh terbang
7. Pertumbuhan penerbangan tak berjadwal yang tinggi.
  • Pada awalnya berupa charter militer dan pemerintah serta perorangan/organisasi.
  • Kompetisi antar perusahaan charter menjadi ancaman perusahaan berjadwal.
  • Operasi dan batasan-batasan lain antara penerbangan berjadwal dan bukan menjadi tidak jelas dan sulit diatur.
8. Musiman (seasonal)
  • Di Eropa dan Amerika Utara, musim panas merupakan musim tersibuk adalah musim Liburan.
  • Di Indonesia, masa sibuk adalah musim lebaran.
  • Revenue bergantung pola perjalanan yaitu revenue mengalami kenaikan dan penurunan secara mencolok sepanjang tahun
9. Sifat Produk yang Khas
Produk dasar airlines :
  • Pelayanan asal-tujuan.
  • Jadwal perjalanan.
  • Ketersediaan kursi.
Produk pendukung :
  • Pelayanan pre-, in-, dan post-flight.
  • Customer loyalty program (FFP-Frequent Flyer Program).
  • On time performance (OTP).
  • Kenyamanan, tingkat kebisingan, kecepatan penerbangan (berkaitan dengan type pesawat).
Profit Margin yang tipis (Marginal Profitability)
  • Rate of return rendah.
  • Di US net profit bisnis penerbangan sekitar 1-2% lebih rendah dibanding rata-rata bisnis lain sekitar 5%.
Kompetisi Airlines
Supplier
  • Industri manufaktur pesawat (Boeing, Airbus, dll).
  • Mempunyai kekuatan menentukan harga jual pesawat yang diproduksi dan dioperasikan airlines.
Persaingan antara moda (Intermodal Competition)
  • Alternatif pilihan moda lain yang dapat dipilih oleh penumpang pada segmen yang sama.
  • Persaingan pada biaya, waktu perjalanan, tingkat layanan.
Penumpang atau cargo (Customer)
  • Calon penumpang memiliki kekuatan untuk memilih airlines mana yang dipilih juga modus transportasi mana yang akan digunakan.
Pesaing baru yang berpotensi (Potential Entrants)
  • Masuknya airlines baru setelah deregulasi dengan karakteristik produk yang sama (homogen) à bersaing dengan airlines yang sudah ada.
  •  
Inter – Airlines Pooling Agreements
Persetujuan atau kompromi antar dua airlines yang beroperasi pada rute yang sama untuk saling berbagi pasar dengan tujuan :
  • Membagi kapasitas jika airlines yang satu lebih lemah dari airlines yang lain.
Contoh : Garuda Indonesia mempunyai kekuatan modal dan image yang lebih baik dibandingkan Phillipine Airlines dan keduanya sama-sama melayani rute Jakarta-Manila. Untuk memperkecil persaingan di antara keduanya, garuda Indonesia dan Phillipine Airlines membuat kesepatakan mengenai pembagian kapasitas, misalnya masing-masing mendapat 50% dari jumlah frekuensi yang disediakan pada rute Jakarta-Manila.
  • Menghilangkan kompetisi dalam frekuensi penerbangan serta meningkatkan load factor jika kedua airlines yang bersangkutan mempunyai kekuatan dan pengaruh yang hampir sama.
Contoh: Garuda Indonesia dan Royal Brunei Airlines dapat dikatakan mempunyai kekuatan yang sama di dunia transportasi udara dan kedua-duanya melayani rute Jakarta-Brunei Darussalam. Untuk memperkecil persaingan antara keduanya, Garuda dan Royal Brunei membuat kesepakatan untuk membagi frekuensi penerbangan, misalnya jika total penerbangan 8 kali penerbangan sehari, Garuda dan Royal Brunei masing-masing mendapat 4 kali rute penerbangan pada rute Jakarta-Brunei Darussalam.

Jenis-jenis Pooling
Revenue cost pool
  • Hanya satu airlines diijinkan untuk beroperasi melayani rute yang bersangkutan untuk kepentingan semua airlines yang terlibat dalam pool.
  • Biaya operasi dan pendapatan operasi saling dibagi di antara masing-masing airlines sesuai dengan kesepakatan yang ditetapkan sebelumnya.
Contoh: Suatu pool terdiri dari airlines A,B, dan C. Karena permintaan lalu lintas terbatas, maka disepakati agar semua penumpang pada suatu rute dalam suatu periode tertentu hanya dilayani oleh airlines A. Dengan demikian penumpang yang membeli tiket airlines B dan C pada rute tersebut, akan diangkut dan dilayani oleh airlines A disepakati akan dibagi bersama oleh ketiga airlines, msialnya airlines A mendapat 80% dari biaya dan pendapatan total, sedangkan airlines B dan C masing-masing berkontribusi 10% biaya dan pendapatan.
Revenue sharing pool
  • Semua airlines yang berada dalam satu pool melayani rute yang disepakati dengan komposisi kapasitas yang disanggupi. Seluruh pendapatan yang diperoleh pada sektor atau rute tersebut akan dibagi sesuai dengan konstribusi kapasitas yang disediakan masing-masing airlines.
Contoh: Untuk rute Jakarta-Brunei Darussalam disediakan 800 kursi penumpang setiap harinya. Garuda dan Royal Brunei melayani rute tersebut menyediakan pesawat udara dengan masing-masing jumlah total 500 dan 300 kursi penumpang. Dengan model kesepakatan seperti ini, Garuda akan mendapat porsi 5/8 dari seluruh pendapatan yang didapatkan kedua airlines  dan sisanya 3/8 milik Royal Brunei, tanpa bergantung pada jumlah penumpang total yang sesungguhnya diangkut oleh masing-masing airlines.

Inter-Airlines Royalty Agreements & Code Sharing
Inter-Airlines Royalty Agreements
  • Bila suatu airlines tidak memiliki kebebasan kelima dan ingin mendapatkan hak tersebut tetapi perjanjian bilateral tidak memungkinkan, airlines tersebut dapat membeli hak itu dengan membuat perjanjian royalti dengan airlines negara yang bersangkutan.
  • Saat ini juga berkembang untuk kebebasan keenam, ketiga dan keempat.
  • Terjadi bila salah satu airlines yang disepakati melayani rute yang disepakati dalam perjanjian bilateral memutuskan untuk tidak mengoperasikan rute tersebut.
  • Airlines lawan dapat mengangkut seluruh lalu lintas yang seharusnya diangkut airlines yang tidak beroperasi dengan membayar royalti sebagai kompensasi terhadap rute yang diberikan.
Code Sharing
  • Bentuk kerjasama antara dua airlines atau lebih untuk saling membagi akses pada sistem reservasi airlines sehingga seluruh jalur penerbangan yang dimiliki airlines yang satu dapat digunakan oleh airlines lain.
  • Airlines secara efektif dapat menggunakan sistem airlines lain untuk meningkatkan jangkauan pasar dari kota basis operasinya.
  • Otoritas untuk menjalankan dilakukan menurut pasar yang diinginkan.

Aliansi
Aliansi merupakan Komitmen antar airlines untuk mengejar kegiatan pemasaran bersama dan dipicu oleh kebutuhan mengembangkan network yang ada bersama airlines lain dalam memenuhi demand yang semakin bertambah.
Keuntungan airlines ikut aliansi :

  • Destinasi penerbangan bertambah.
  • Terjadi konsolidasi pasar.
  • Ada koordinasi jadwal.
  • Ada pertambahan market share dan juga revenue.
Biaya airlines dapat ditekan melalui :
  • Program maintenance bersama.
  • Program frequent flyer bersama.
  • Program pemanfaatan fasilitas bersama.
  • Program pengembangan IT bersama.
Program advertising bersama.
Program ini dilakukan dengan melakukan pengembangan pesawat bersama dan juga prosedur handling bersama di bandara (migration process, check-in process, seat assigment, baggage handling).

Market Share of World Airlines Traffic, 2003
Oneworld
American Airlines, British Airways, Aer Lingus, Cathay Pacific, Finnair, Iberia, LanChile, Qantas.
Star
United Airlines, Lufthansa, Air Canada, Air New Zealand, ANA, Asiana, Austrian, bmi british midland, LOT Polish Airlines, Mexicana, SAS, Singapore, Spainair, Thai Airways, Varig, US Airways, TAM.
SkyTeam
Air France, Delta Airlines, Aeromexico, Alitalia, CSA Czech Airlines, Korean Air, Northwest, Continental, KLM.

Keuntungan Beraliansi :
  • Meningkatkan kekuatan pemasaran.
  • Meningkatkan strategi jaringan, yang diberikan oleh dua jaringan operasi yang saling melengkapi.
  • Memungkinkan penerapan skala ekonomi dalam operasi
  • Memungkinkan operasi bersama dengan menggunakan pesawat salah satu mitra demi menghemat biaya operasi.
  • Memungkinkan peluang saling membagi slot di bandara-bandara yang padat.
  • Membuat takut airlines kompetitor yang bersifat predator.
Kendala Beraliansi :
  • Citra salah satu mitra dapat dirusak karena pelanggan memiliki persepsi bahwa kualitas airlines mitra tidak sebaik yang pertama.
  • Kesepakatan dalam memadukan jadwal penerbangan dan atau strategi pemasaran atau standar layanan yang diberikan tidak terlalu mudah dilakukan dan sering sekali memakan waktu.
  • Gaya manajemen dan budaya perusahaan mungkin berbeda sehingga menimbulkan banyak perselisihan yang membutuhkan upaya penyelesaian yang tidak mudah.
  • Saling membagi biaya dalam suatu layanan bersama juga sering menimbulkan perselisihan dan membutuhkan waktu yang lama untuk penyelesaian.
  • Aliansi tidak selalu memberikan keuntungan bagi semua pihak yang bermitra.
  • Strategi salah satu mitra mungkin perlu diganti agar mengakomodasi strategi baru yang disepakati.
  • Pemerintah mungkin menaruh curiga terhadap kolusi untuk mengurangi kompetisi dan meningkatkan harga tiket.
Merger dan Akuisisi
Tujuan dari merger dan akuisisi adalah :

  • Meningkatkan performa ekonomi (operasi dan pemasaran).
  • Penguatan finansial (kemampuan bertahan dalam roda bisnis, kompetisi, dan lower cost of debt).
  • Penguatan pasar (mengurangi kompetisi atau memperkuat kemampuan penyerapan pasar penumpang).
Biasanya, satu airlines lemah diakuisisi oleh airlines yang kuat.
Tipe-tipe merger adalah :
  • Horizontal : yaitu dua airlines atau lebih dengan kategori yang sama bergabung, contoh: PanAm dan National, United dan Capitol, Nortwest dan Republic.
  • Vertical : yaitu Airlines merger dengan perusahaan bukan airlines tapi masih berhubungan dengan produksi airlines seperti, perusahaan service, ground handling,konsesi bahan bakar di bandara.
  • Congeneric : yaitu merger atau akuisisi dengan perusahaan yang tidak memiliki hubungan secara vertikal atau horizontal, seperti hotel atau rental mobil, contoh: United dengan Westin Hotels, Psa dan Valcar.
  • Conglomerate : yaitu bersatunya dua perusahaan yang tidak berhubungan, contoh: TWA meng-akuisisi Century 21 Realtors, Hardee Restaurants, Hilton Hotel Internationals, dll.

Tipe-Tipe Kerjasama
Model Organisasi Airlines
Model tradisional
yaitu suatu model organisasi dimana Airlines menyediakan semua kebutuhan yang diperlukan dengan fungsi dan service, model seperti ini digunakan oleh organisasi Airlines :

  • Delta
  • Iberia
  • Thai Airways
Model virtual
yaitu suatu model organisasi dimana Airlines mendelegasikan (outsource) beberapa atau sebagian fungsi dan kebutuhannya kepada pihak lain, model seperti ini digunakan oleh organisasi Airlinesi :

  • BA
  • EasyJet
  • Go
Model bisnis
yaitu suatu model Airlines memiliki sebagian unit bisnis yang mendukung operasi, tetapi pendapatan utama dari bisnis unit ini diperoleh dari pihak lain, model seperti ini digunakan oleh organisasi Airlines i:

  • Lufthansa
  • Singapore Airlines
  • Swissair
Traditional Airlines Model
 
Virtual Airlines Model

Jaringan Operasi Airlines. Matakuliah SISTEM TRANSPORTASI UDARA and MANAGEMENT AIRLINE

Jaringan Operasi Airlines

Oleh : Kang Igun
 

Jaringan Operasi Airlines terdiri dari :
Pola jaringan linier (linear systems)
Yaitu pola jaringan yang menghubungkan titik-titik (kota) secara linier seperti trayek bis antar kota atau kereta api.
Pola jaringan grid (point-to-point/direct traffic network)
Yaitu pola jaringan dimana setiap titik dihubungkan dengan rute langsung (direct route) satu sama lain (seperti rute angutan kota).

Pola jaringan hub-dan-spoke (hub-and-spoke systems).
Yaitu pola jaringan dimana dipilih suatu titik (bandar udara atau kota) yang berperan sebagai poros (hub) dan terdapat banyak rute (spoke) yang menghubungkan titik sumbu tadi dengan titik-titik (kota-kota) lain sebagai spoke di sekelilingnya.

Jaringan Grid
Keuntungan :
  • Lebih atraktif bagi penumpang local traffic dibandingkan dengan connecting traffic yang harus berganti nomor penerbangan (pesawat). Dengan demikian yield yang dihasilkan direct traffic
  • lebih tinggi dibandingkan dengan connecting traffic.
  • Lebih fleksibel karena airlines dapat memilih kota-kota dengan permintaan pasar (market demand) yang tinggi.
  • Biaya operasi menjadi lebih efisien dalam melayani rute (karena tidak ada persinggahan).
  • Kendala yang dihadapi dari kompleksitas proses direct traffic lebih sedikit dibandingkan connecting traffic yang harus berganti nomor penerbangan (pesawat udara).
Kerugian :
  • Tingkat kompetisi dengan airlines lain untuk menarik local traffic sangat tinggi.
  • Jumlah pasangan O-D yang dilayani lebih sedikit dibandingkan pola hub-and-spoke karena keterbatasan armada dan sumber daya lain. Dengan demikian, airlines harus memilih pasangan-pasangan O-D tertentu sesuai dengan kemampuan dari seluruh pasangan O-D yang potensial dalam pasar.
  • Memiliki dampak yang besar terhadap tempat-tempat yang pasarnya lemah.
Jaringan Hub-dan-Spokes
Keuntungan :
  • Airlines dapat memaksimalkan jumlah kemungkinan penerbangannya.
  • Airlines dapat memasuki tempat-tempat yang segmen pasarnya lebih kecil.
  • Penumpang dengan tujuan yang sama tetapi yang berbeda asal keberangkatan dapat dikumpulkan di suatu hub dan diterbangkan dengan satu pesawat ke tujuan tersebut.
  • Tambahan connecting traffic à meningkatkan load factor.
  • Memungkinkan airlines menggunakan pesawat yang lebih besar akibat penambahan load factor.
Kerugian
  • Memberikan pengaruh besar pada biaya operasi airlines (higher unit cost)
        a)    handling penumpang lebih banyak dibanding direct traffic.
        b)    kenaikan pada landing charges, fuel serta cycle pesawat.
  • Waktu perjalanan lebih lama à bagi sebagian penumpang memberikan tekanan psikologis.
  • Konsentrasi aktivitas di hub dalam waktu singkat menimbulkan beban lebih besar bagi petugas dan fasilitas di bandara.
  • Waktu tunggu menjadi penilaian penumpang akan kualitas transfer airlines dan bandara hub (low minimum connecting time, MCT).
  • Airlines dan bandara mengejar ketepatan waktu (punctuality), jika terjadi keterlambatan maka akan berefek kepada penerbangan berikutnya.
Pertambahan City Pair akibat Penerapan Hubbing
 
 
Hourglass Hub and Hinterland Hub
 
  • Hourglass Hub
Penerbangan beroperasi dari satu wilayah (geografis) ke wilayah lain yang berlawanan melalui hub, seperti dari wilayah barat ke timur atau sebaliknya.
Menghubungkan dua arah, outbound dan return dan biasanya menggunakan pesawat terbang yang sama.
Contoh: Singapura yang menjadi sumbu Eropa dan Australia.
  • Hinterland Hub
Penerbangan jarak pendek dari kota-kota sekitar hub menjadi feeder untuk penerbangan jauh.
Penumpang tersebar ke berbagai arah (multidirectional), dari dan ke catchment area di sekeliling hub (hub menjadi central point), biasanya menggunakan pesawat yang berbeda.
Contoh: Airport di Amsterdam menjadi titik pertemuan penerbangan-penerbangan jarak jauh dan pendek.
 
  • Manajemen Jaringan
Tahapan:
  • Network development berupa strategi, pasar, partners, dan fleet planning
  • Netwrok Planning berupa hubs
  • Schedule Management
  • Pricing
  • Revenue Management
  • Controlling
Tahapan berjalan jika data, analisis, riset dan sistem informasi berjalan dengan baik dan materi dibatasi pada network development karena luasnya cakupan.
Network Strategy:
  • Analisis pasar berupa perkiraan O/D traffic.
  • Analisis route network berupa tipe routing, konsep route network, frekuensi dan jadwal.
  • Analisis pesawat udara beruapa pemilihan pesawat untuk sektor tertentu sesuai actual demand.
  • Analisis kompetisi/persaingan untuk membandingkan route network, frekuensi dan jadwal dengan airlines pesaing untuk network yang sama.
  • Analisis ekonomi berupa dampak profitability dari strategi network yang dirancang.
Analisa Pasar
Peninjauan ulang secara periodik terhadap perkembangan arus penumpang vs prediksi makro.

  • Kemungkinan asumsi awal berubah akibat inflasi, tingkat suku bunga, pengangguran, kurs mata uang).
  • Antisipasi terhadap munculnya faktor baru (deregulasi, pelayanan baru, tersedianya data pasar yang terbaru à butuh kalibrasi model).
  • Analisis mikro utuk analisis potensial pertumbuhan pasar.
Prediksi market share airlines
Market share dipengaruhi oleh kualitas supply. Kualitas supply ditentukan oleh :

  • Frekuensi pelayanan.
  • Jumlah persinggahan.
  • Waktu keberangkatan dan kedatangan yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Analisa Rute
Dua tipe rute :

  1. Direct routing (non stop vs one/multi stop)
Pola rute penerbangan dengan nomer penerbangan yang sama, dalam penerbangannya singgah di suatu tempat (one stop) atau banyak tempat (multi stop).
Contoh: Garuda menerbangkan rute Jakarta-Singapura-Frankfurt dengan one stop di Singapura.

         2.  Indirect routing (connections)
Pola rute penerbangan menggunakan nomer penerbangan tertentu namun memiliki sambunagn di persinggahan.
  • Online connection, jika perjalanan dilanjutkan oleh airlines yang sama.
  • Interline connection, jika perjalanan dilanjutkan oleh airlines yang berbeda.
Kelemahan banyak persinggahan
  • Alokasi kapasitas menjadi kompleks à banyak O/D market yang terdapat di dalamnya.
  • O/D market yang terletak di kedua ujung dari rute multi stop, produk menjadi kurang atraktif.
  • Total biaya operasi menjadi sangat tinggi à landing charges, fuel dan cycle.
Frekuensi Penerbangan
Harus diperhatikan frekuensi pelayanan O/D dan bukan frekuensi rute. Sebagai contoh pelayanan O/D JKT-MDO dilayani 5 x seminggu

  • JKT-UPG-MDO        1 x seminggu
  • JKT-SBU-MDO        2 x seminggu
  • JKT-SBU-UPG-MDO    2 x seminggu
Bila rute JKT-SBU-UPG-MDO ditutup maka pelayanan O/D JKT-MDO   5 x seminggu tidak berkurang dengan menambah 1 rute pada JKT-UPG-MDO dan JKT-SBU-UPG-MDO. Penambahan O/D maupun rute tertentu dapat dilakukan bila demand lokal yang ada sangat kuat dan untuk kepentingan persaingan.
Jadwal Penerbangan
Faktor utama menentukan pilihan calon penumpang terhadap airlines.
Jadwal penerbangan harus feasible (dapat dilaksanakan) dan marketable (convenience) atau memungkinkan penumpang untuk menyambung penerbangannya (connecting possibilities).

Analisa Pesawat Terbang
Merupakan proses yang membutuhkan banyak pertimbangan:

  • Aspek komersial.
  • Aspek operasi.
  • Aspek keuangan/finansial.
  • Aspek maintenance dan engineering.
Parameter output prestasi terbang yang umum dipertimbangkan:
  • Berat take off yang diperbolehkan di bandara (MTOW).
  • Payload yang mampu diangkut.
  • Jarak terbang pesawat (distance).
  • Bahan bakar yang digunakan (block fuel).
  • Waktu terbang.
Selanjutnya dikombinasikan dengan: desain interior dan flight deck, kontur kebisingan, kemampuan ketinggian, usaha pengembangan program, dan pelayanan konsumen.
Analisa Komparatif dan Kompetitif
Dengan melihat pola kompetitor, diharapkan airlines dapat merancang strategi sendiri untuk meningkatkan pangsa pasarnya. Prinsipnya, strategi berorientasi pada kebutuhan penumpang akan penerbangan yang beroperasi pada kota tujuan yang tepat, pada waktu yang tepat dengan harga yang dapat diterima dan spesifikasi yang tepat.
Hal yang perlu dicermati dalam peningkatan market share:

  • Kualitas rute : paling baik non stop rute.
  • Frekuensi layanan O/D per minggu.
  • Kualitas jadwal (jadwal yang sesuai dengan kebutuhan serta menawarkan kemungkinan untuk menyambungkan penerbangan).
Salah satu upaya mengurangi kompetisi adalah dengan melakukan kerjasama dengan cara aliansi antar airlines.
SQ memiliki penerbangan one stop dari Eropa ke Indonesia melalui Singapura sebagai hub-nya. Penerbangan one-stop dari Frankfrut, Paris, London dan Amsterdam tiba di Singapura pukul 06.50 dan 08.15.
Berdasarkan minimum connecting time 60 menit di Changi, penerbangan sambungan (connecting flight) yang mungkin ke Indonesia adalah:

  • Dalam window 1:35 penerbangan dari FRA, PAR, AMS yang tiba di SIN pukul 06.55 connect dengan penerbangan ke Jakarta yang berangkat pukul 08.30 dengan frekuensi 7 x seminggu.
  • Dalam window 2:25 penerbangan dari FRA, PAR dan AMS yang tiba di SIN pukul 06.55 connect dengan penerbangan ke Jakarta, Medan dan Denpasar dengan keberangkatan terakhir pukul 09.20.
  • Penerbangan kedua SQ dari LON tiba di Sin pukul 18.15 dan connect dengan penerbangannya ke Jakarta yang berangkat pukul 20.00 dan tiba di Jakarta pukul 20.30.
Dengan tiba di SIN pagi hari, penumpang bisnis (high yield traffic) dapat segera melakukan kegiatannya sebelum makan siang. Jadi SQ mampu memenuhi keinginan demand. Waktu penerbangan kedua SQ LON-SIN pada pukul 22.15 memungkinkan penumpang bsinis meninggalkan LON setelah jam bisnis. Penerbangan tersebut tiba di SIN 18.15) dan JKT (20.30, 1 stop) sehingga penumpang bisnis dapat melakukan kegiatan bisnis sehari penuh pada keesokan harinya. Jadi jadwal SQ mampu memenuhi keinginan demand.
Penerbangan SQ dari Eropa berangkat siang hari. Pola tersebut bertemu dengan connecting window siang hari di bandara utama Eropa. Hal ini membuat penumpang dari kota-kota Eropa lain connect dengan penerbangan SQ dari LON, PAR, FRA dan AMS ke SIN. Artinya ada tambahan connecting traffic yang dapat meningkatkan load factor penerbangan. Dengan kata lain, jadwal SQ memiliki konektivitas yang baik.
Selain Malaysian Airlines (MH), SQ adalah perusahaan penerbangan yang menghubungkan 4 kota di Eropa dengan JKT sebanyak 7x seminggu. Jadi dapat dikatakan frekuensi penerbangan SQ banyak.
SQ berhasil mengadakan one-stop connecting yang menghubungkan LON-JKT 2x sehari. SQ juga menghubungkan PAR, FRA dan AMS ke MES (medan), dan DPS (Denpasar) setiap hari. Dengan demikian, kualitas rute SQ baik.
SQ menggunakan pesawat 747-400 pada penerbangan pertama SIN-JKT. Dengan kata lain, pemilihan pesawat sesuai dengan demand yang besar. Melihat pola dan sinkronisasi jadwal penerbangan SQ setiap hari, sangat mungkin SQ telah mengambil sebagian besar penumpang Eropa-Indonesia dari Garuda.

Analisa Ekonomi
Tujuan analisis ekonomi airlines adalah menilai dampak profitabilitas dari berbagai alternatif network yang telah dirancang.
Profitabilitas adalah fungsi dari beberapa unsur utama yaitu:

  • Pendapatan operasi (operating revenue).
  • Biaya operasi (operating cost).
  • Non operating income/expense, interest, taxes, net income.
Organisasi Operasi Airlines
5 tugas utama Vice-President Operations :
  • Menerbitkan jadwal lengkap dengan tingkat keandalan dan kinerja yang tinggi dengan biaya yang rendah.
  • Menjaga kinerja tingkat keselamatan yang tinggi dengan biaya yang reasonable.
  • Menjaga semua ground dan air equipment guna memenuhi jadwal penerbangan secara efektif, dengan memperhatikan sumber daya yang tersedia.
  • Memonitor kinerja yang ada untuk memenuhi regulasi yang dikeluarkan pemerintah.
  • Mengatur semua departemen yang terkait untuk beroperasi dengan biaya yang efektif.
Pengoperasian Airlines
Berhubungan dengan tanggung jawab mengangkut penumpang (dan/atau kargo) antara titik-titik asal dan tujuan (O & D).
Dalam prosesnya meliputi tiga fungsi yaitu :

  • Intakes: pendapatan dari penumpang yang datang ke counter tiket untuk check-in dan boarding ke pesawat (Ground Operations).
  • Conversion: membawa penumpang berdasarkan waktu keberangkatannya (Ground and Flight Operations) menuju tempat tujuan (Flight Operations) serta mendaratkan pesawat di tempat tujuan (Flight and Ground Operations).
  • Outputs: ketika penumpang meninggalkan pesawat dan area klaim bagasi (Ground Operations).
Dalam airlines, operasi berada pada sisi penyediaan. Operasi tidak menghasilkan pendapatan (revenue) kecuali bila sebagai bagian penjualan layanan. Pada awal sejarah penerbangan dunia, keberhasilan airlines didorong oleh pola operasinya, karena:
  • Pengiriman surat sangat mendominasi.
  • Airlines dioperasikan secara alamiah.
  • Fasilitas dan peralatan sangat konvensional.
  • Belum ada regulasi yang jelas.
Dekade kedua (1930-an)
  • Mulai dikembangkan pesawat modern.
  • Mulai dikembangkan peraturan operasi penerbangan.
  • Rute penerbangan berkembang.
  • Marketing dan tingkat keuntungan mulai memainkan peran
Perang dunia
Teknologi baru pada pesawat udara mulai berkembang pesat, saat itu untuk keperluan logistik perang, muncul pesawat yang mampu terbang jarak jauh dan membawa beban besar dimana dikembangkan optimasi operasi berkaitan dengan permintaan misi penerbangan.
Setelah perang dunia, terdapat empat gelombang pertumbuhan operasi penerbangan:

Gelombang pertama (1940-1950)
  • Surplus pesawat transport.
  • Penerbangan jarak jauh mulai dikenalkan.
Gelombang kedua (1960)
Pesawat jet mengalami  beberapa masalah pada operasinya (biaya tinggi à pengembangan teknik efisiensi operasi).
Gelombang ketiga (1970)
  • Pesawat berbadan lebar mulai dikenalkan.
  • Harga bahan bakar melambung tinggi.
  • ATC struck.
  • Deregulasi mulai diberlakuakan di US.
Gelombang keempat (1980)
  • Efek deregulasi mulai terasa.
  • Kurang lebih 200 low-cost airlines berkompetisi.
Gelombang kelima (1990)
  • Kemampuan bisnis menjadi sangat dominan.
  • Penentuan harga dan yield management menjadi hal yang penting dalam hal keberhasilan.
  • Pesawat dan spesialisasi pasar mulai mengambil alih.
Kesimpulan
Flight operations
  • Menjadi departemen yang paling penting.
  • 80% biaya yang dikeluarkan dari operasi penerbangan à kru, fuel, peralatan.
Ground operation
Dukungan dari ground untuk airlines termasuk semua kegiatan yang termasuk intake, conversion dan output
Maintenance & Engineering
  • Sistem pendukung utama dalam operasi.
  • Menjaga semua peralatan bisa beroperasi.
  • Penundaan akan memakan biaya yang besar à departemen ini memegang peranan penting dalam skenario airlines.
Tanpa marketing, tidak akan ada pendapatan dan tidak ada penumpang yang akan naik, dan jika tidak ada operasi, maka tidak ada sebuah produk penerbangan yang dapat dijual.

PERENCANAAN AIRLINE

PERENCANAAN AIRLINE

A. Mengapa Perlu Perencanaan
Dalam menjalankan bisnisnya, airline senantiasa diperhadapkan pada tantangan dan kompetisi. Ada banyak pertanyaan yang perlu dipertimbangkan, di antaranya bagaimana pendekatan airline yang bersangkutan terhadap perencanaan: ke mana airline tersebut akan pergi? Apakah pilihan strategis yang tersedia bagi pengembangan airline.
Seperti telah diterangkan pada bab sebelumnya, bisnis airline merupakan suatu bisnis dengan investasi yang besar, tetapi dengan tingkat pengembalian ekonomi yang kecil. Statistik menunjukkan bahwa tidak banyak airline yang mampu bertahan dengan keuntungan operasi yang baik. Sebagian besar airline berada pada daerah merah. Mengapa demikian? Apakah hal ini dapat dihindari? Apakah airline menghasilkan produk yang dinginkan masyarakat pengguna jasa, baik penumpang maupun kargo? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab, karena hal ini akan menentukan eksistensi airline pada masa mendatang.
Posisi yang ingin dituju airline biasanya tak terlepas dari perubahan-perubahan lingkungan yang ada. Hal ini dapat berupa persaingan dan pola bisnis yang berubah, tantangan karena karakteristik permintaan penumpang dan kargo yang bergeser. Sejarah perkembangan airline tersebut pada masa lalu perlu dipelajari. Posisi airline dalam konstelasi persaingan yang ada perlu diteliti. Secara umum, dalam komposisi persaingan pasar yang ada, suatu airline dapat menempati salah satu posisi berikut: market leader, challenger atau follower. Suatu airline yang menempati posisi market leader, mendominasi pasar yang bersangkutan dengan menguasai pangsa pasar yang cukup besar. Sebagai challenger, suatu airline menguasai pangsa pasar yang memadai yang cukup kuat untuk mengganggu atau menantang dominasi airline yang mejadi market leader. Sebagai follower, suatu airline hanya mampu menguasai pangsa pasar seadanya, kehadiran pada pasar tersebut biasanya hanya berfungsi sebagai pelengkap, tetapi tetap dipertahankan demi memelihara komitmen terhadap para pelanggannya.
Dalam jangka panjang, suatu airline akan menuju suatu posisi tertentu di dalam persaingan pasar yang berkembang. Dari analisis kecenderungan ini, dapal disimpulkan ke mana arah yang sedang ditempuh airline tersebut dengan kebijakan dan lanqkah-langkah yang telah ditempuh. Antara posisi yang ingin dituju dengan posisi yang berkembang saat ini, mungkin terdapat jurang strategis yang cukup lebar. Untuk mempersempit jurang tersebut diperlukan evaluasi terhadap kebijakan dan langkah strategik yang sudah diambil, serta identifikasi kebijakan dan strategi baru.
Secara umum ada tiga strategi yang dapat dipilih airline: ekspansi, kontraksi atau mempertahankan kondisi saat ini (status quo). Dengan ekspansi, airline memilih untuk mengembangkan pasar dan bisnis secara lebih luas. Dengan kontraksi, airline dapat menetapkan untuk berkonsentrasi pada pasar dan bisnis yang telah dikuasai dengan baik dan mengurangi keterlibatan pada pasar dan bisnis yang selama ini dianggap kurang berhasil. Skala bisnis menjadi lebih kecil, tetapi kualitas menjadi lebih baik karena konsentrasi bisnis yang kuat. Langkah lain yang dapat dilakukan adalah mempertahankan status quo. Langkah ini sebenarnya wajar kalau melihat kecenderungan pasar yang ada.
Secara garis besar, airline dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok besar. Pada satu kutub, terdapat kelompok airline maha besar (mega carrier) dengan jaringan pasar yang sangat ekstensif di seluruh dunia dan armada yang besar baik dalam jumlah maupun dalam type pesawat. Ke dalam kelompok ini termasuk airline besar AS seperti American Airlines, United, Delta, maupun airline Eropa seperti British Airways, Lufthansa dan Air France serta di Asia Singapore Airline, Fly Emerat . Di kutub lain, terdapat kelompok airline yang hanya berkonsentrasi pada pasar yang terbatas. Biasanya mereka mengoperasikan type pesawat yang terbatas (hanya satu dua type). Airline seperti ini bisa kecil (karena menguasai jumlah pesawat yang sedikit), tetapi juga ada yang relatif besar (dengan jumiah pesawat sampai bilangan 100-an)seperti Southwest Airlines di AS. Di antara kedua kutub ini, terdapat kelompok ketiga yang mewakili sebagian besar airline lain. Kelompok ini biasanya sulit menyaingi mega carrier dalam hal jaringan dan layanan yang ekstensif dan efisien, namun juga tidak mampu menandingi biaya operasi rendah yang ditawarkan airline 'kecil' pada kutub lain.
Sejarah telah menunjukkan bahwa siklus bisnis airline sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi. Ini sejalan dengan prinsip keseimbangan supply-deman pada teori ekonomi. Keseimbangan antara penyediaan (supply) dan permintaan (demand) menghasilkan harga jasa yang sesuai. Bila frekuensi dan kapasitas total yang disediakan airline melebihi permintaan, maka harga cenderung akan turun. Penurunan harga akan cenderung meningkatkan permintaan dalam jangka panjang, sehingga akan mengganggu keseimbangan. Siklus ini pada akhirnya akan mencapai keseimbangan baru dengan harga jasa yang baru pula.
Pola penyediaan (supply) frekuensi dan kapasitas sangat dipengaruhi oleh aircraft orders (pemesanan pengadaan pesawat oleh airline kepada manufaktur atau penyedia pesawat lainnya, biasanya dalam bentuk perusahaan penyewa/leasing), serta kemampuan manufaktur atau leasing company untuk memenuhi pesanan tersebut (aircraft delivery). Pada saat ini jumlah pesanan sangat jauh melebihi jumlah delivery, sehingga terjadi order backlog yang sangat besar. Akibatnya, airline belum tentu mampu menyediakan kapasitas yang direncanakan pada waktu yang ditentukan, karena ketidaktersediaan jenis pesawat yang mereka inginkan.
Sebaliknya, pola permintaan penumpang dan kargo sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi nasional dan dunia. Sejarah menunjukkan terdapat korelasi yang sangat kuat antara pola pertumbuhan GDP (gross domestic product) dunia dengan pola pertumbuhan RPK (revenue passenger kilometer). Secara umum, RPK dunia bertumbuh 2 kali lebih besar daripada GDP dunia.
Rencana strategis ini biasanya dijabarkan lebih lanjut dalam rencana bisnis (business plan), Rencana bisnis ini sangat penting dalam menentukan masa depan airline. Rencana bisnis mendokumentasikan arah langkah yang harus diambil oieh airline dan proses yang dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan. Di dalam pelaksanaannya, rencana bisnis dapat dilakukan dalam dua tahap: jangka pendek dan jangka panjang. Rencana bisnis jangka pendek menyangkut operasi airline hari demi hari. Hal ini membahas rotasi dan penjadualan pesawat, rotasi awak, jadual perawatan pesawat dan penugasan posis gerbang bandara (airport gate).
Dalam jangka panjang, rencana bisnis menyangkut rencana-rencana yang bersifat strategis dan berkaitan dengan pengembangan airline secara bertahap dan teratur. Rencana ini biasanya berisi tahapan pengembangan airline, perencanaan dan pola pengadaan armada dll.
Proses perencanaan airline selanjutnya dapat digambarkan seperti pada Gambar  berikut ini :
Gambar Proses Perencanaan Airline

B. Analisis Pasar (Market Analysis)

Analisis pasar adalah titik awal untuk seluruh kegiatan perencanaan airline. Karena itulah tahap ini harus diletakkan sebagai prioritas utama di awal proses perencanaan. Jika dilakukan dengan urutan yang logis dan cermat, analisis pasar dapat memberikan kerangka kerja yang akurat dan fleksibel untuk perencanaan rute analisis alternatif dan pemilihan tipe pesawat, penjadualan, frekuensi dan persaingan, analisis keuangan dan implikasi finansial.
Tujuan analisis pasar adalah memprediksikan perkembangan di masa mendatang seperti pertumbuhan pasar, arus penumpang (passenger flow), kompetisi dan lain-lain. Prediksi ini memungkinkan airline mampu membuat keputusan-keputusan yang tepat pada tahap perencanaan selanjutnya.
Tahapan analisis pasar :

  • Memahami pasar penumpang (dan kargo), mendapatkan seluruh data yang terscdia.
  • Menerapkan metodologi prakiraan pasar yang tepat (makro dan mikro).
  • Memperkirakan pembagian pasar untuk setiap airline.
Memahami Pasar Penumpang
Pengumpulan data dan informasi pasar merupakan faktor penting dalam analisis Informasi yang cukup mengenai keadaan pasar sangat penting sebagai dasar yanq kuat untuk menyusun perencanaan. Prakiraan traffic harus diikuti dengan pengenalan pasar, yaitu menganalisis asimilasi berbagai informasi mengenai pasar tersebut, antara lain :  
  • siapa : kewarganegaraan, domisili; dewasa/anak; pria/wanita
  • bagaimana : terjadwal/charter; pembagian modus transportasi udara/darat; pembagian pasar airline, dll
  • di mana : gateways; asal-tujuan (origin-destination) yang sebenarnya; dll
  • kapan : traffic tahunan, musiman, pola harian, dll
  • mengapa : bisnis, wisata, urusan pemerintahan, dll
  • berapa banyak : harga yang diumumkan, yield yang direalisasikan airline
Pasar yang dituju airline adalah pasar O-D, yaitu arus penumpanq antara dua titik asal dan tujuan. Airline perlu melihat besar permintaan pada suatu pasar O-D (serinq disebut sebagai O-D traffic). Dalam analisis pasar O-D ini hal-hal berikut perlu dipertimbangkan:
  • Tingkat permintaan (masa lalu dan proyeksi)
  • Potensi pendapatan (yield) dilihat dari daya beli dan segmen penumpang
  • Potensi pertumbuhan
  • Motif perjalanan (bisnis atau pribadi/wisata)
  • Tingkat persaingan (frekuensi pesaing, jumlah persinggahan, pola kedatangan/keberangkatan).
Pada dasarnya, ada dua kelompok besar faktor yang mempengaruhi industri airline. Kelompok pertama adalah faktor-faktor yang sepenuhnya dapat dikendalikan oleh airline itu sendiri, yaitu rute yang diterbanginya, penjadwalan, jenis pesawat, dan program pemasaran. Kedudukan airline lain dalam faktor-faktor ini harus pula dipertimbangkan.
Kelompok kedua adalah faktor-faktor yang sama sekali di luar kendali airline, yaitu pertumbuhan pasar, kompetisi, harga, dan biaya.
Analisis ini meliputi :                       

  • Route authority                      
  • Traffic                          
  • Seasonality                       
  • Peaking
  • Market share
  • Market preferance/image
Metodologi Prakiraan (Forecast)
Proses prakiraan pasar biasanya disusun dalam urutan "top-down", dimulai dengar prakiraan regional yang luas (tingkat makro), dan berlanjut ke bawah yaitu tingkat negara dan prakiraan pasangan kota/city-pair (tingkat mikro): Prakiraan pasar tingkat mikro menghasilkan dasar untuk prakiraan airline.
Tiga metoda dasar dalam prediksi makro adalah :
(1)    berdasarkan penilaian,
(2)    berdasarkan statistik, dan
(3)    ekonometrik.

Metoda pertama memerlukan pengalaman yang luas dan keahlian tertentu, tergantung pada individu yang melakukannya. Karena itu metoda ini seringkali kurang obyektif dan tidak kuantitatif, walaupun dapat mempertimbangkan banyak faktor dengan usaha yang relatif sedikit. Namun apabila data yang diperlukan tidak tersedia, metoda ini menjadi satu-satunya pilihan.
Metoda kcdua, yaitu cara statistik, digunakan berdasarkan konsep bahwa kecenderunqan dan siklus dari masa lalu akan berlanjut di masa depan, dengan catatan hanya untuk prediksi jangka pendek dan menengah. Dua tipe umum :
1. Declining rate (tipe Gompertz) : mensimulasikan siklus hidup pasar yang makin matang (maturing market), dimulai dari tahap pengenalan awal dengan pertumbuhan yang pesat, ke tahap pengembangan dengan pertumbuhan yang tinggi, sampai tahap matang dengan pertumbuhan yang menurun. Kurva declining growth ini sedikit gunanya dalam tahap pertumbuhan dinamik suatu pasar,   karena sulitnya menentukan posisi suatu perioda dalam kurva itu.

2. Analisis kecenderungan (trend analysis, atau linear regression) : merupakan prakiraan sederhana dari data historis, perhitungan kuadrat terkecil dari garis lurus yang paling mendekati, atau perhitungan laju pertumbuhan rata-rata dari suatu perioda historis. Masalah yang sering timbul adalah akibat yang ditimbulkan oleh tahun awal terhadap laju pertumbuhan yang ditunjukkan; apabila nilainya rendah atau tinggi dalam suatu siklus normal, laju pertumbuhan akan terdistorsi. Kesulitan lain dalam analisis ini adalah asumsi bahwa laju pertumbuhan di masa lalu akan berlanjut tanpa batas. Maka salah satu solusinya adalah untuk memperkecil laju pertumbuhan di masa mendatang untuk melambangkan pematangan pasar. Walaupun bisa saja dilakukan, hal ini merupakan keputusan berdasarkan penilaian yang harus disebutkan.
3. Jadi, walaupun analisis kecendrungan dapat  dengan mudah dilakukan, dengan dapat lebih ditekankan pada data terbaru dan memungkinkan analisis musiman dan siklusan, metode ini memerlukan data historis dengan pengetahuan matematika yang memadai.
Metoda yang ketiga yaitu dengan model ekonometrik adalah suatu pernyataan matematis yang mewakili akibat unsur-unsur ekonomi terhadap pertumbuhan industri. Metoda ini mampu mengidentifikasi penyebab-penyebab pertumbuhan pasar dan menghubungkan pertumbuhan di masa mendatang dengan perkembangan-perkembangan faktor-faktor penyebab yang sudah diperkirakan.
Unsur-unsur ekonomi yang dipertimbangkan antara lain GDP dan harga tiket pesawat udara dibandingkan dengan harga tiket modus transportasi yang lain.

Tahap selanjutnya adalah pengecekan silang hasil prakiraan makro, untuk memastikan bahwa proyeksi final yang dihasilkan konsisten dengan kecenderungan historis dan dapat dipertanggungjawabkan secara umum.
Bagian yana paling penting dari analisis pasar adalah peninjauan ulang secara periodik terhadap perkembangan traffic dibandingkan dengan prakiraan makro.  Hal ini sangat diperlukan mengingat berbagai faktor seperti: fakta bahwa prakiraan makro tersebut dibuat berdasarkan berbagai asumsi yang mudah berubah (inflasi, tingkat pengangguran, kurs mata uang); kemungkinan munculnya faktor-faktor baru  (misalnya deregulasi rute baru, pelayanan baru) yang harus cepat diantisipasi; tersedianya data pasar yang terbaru sehingga model perlu dikalibrasi.
Analisis mikro digunakan untuk analisis potensial pertumbuhan pasar yang spesifik dan studi kompetitif. Salah satu metoda yang digunakan adalah “curve fitting" terhadap data historis persentasi bagian pasar yang telah dikuasai airline, dimana proyeksinya ke masa depan dapat memberikan perkiraan awal besarnya bagian yang dapat dikuasai airline yang kemudian dapat dimodifikasi.
Langkah terakhir dalam melakukan prakiraan airline adalah menentukan bagiannya dalam setiap pasar dimasa yang akan datang. langkah ini dapat dikerjakan dengan menggunakan Boeing Market Share Model. Model ini adalah rumus matematik yang melambangkan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh penumpang apabila dihadapkan pada pilihan-pilihan yang kopetitif dalam pasar perjalanan udara.
Pengembangan model ini dimulai tahun 1960-an dengan serangkaian wawancara individu dan kelompok. Apa yang menjadi pertimbangan penumpang dalam memilih airline. Pada saat yang sama,  perusahaan Boeing mengumpulkan data dari airline domestik dan pemerintah Amerika Serikat untuk mempelajari pembagian pasar dan sudut pandang historis.
Model pembagian pasar tersebut berbentuk rasio faktor produksi antara suatu airline dengan saingannya. Variabel-variabel yang dipertimbangkan antara lain: masalah waktu, frekuensi, perhentian dan penghubung (stops and Connects), pemilihan pesawat dan airline, serta pengaruh jarak dan tujuan perjalanan terhadap pengambilan keputusan penumpang. Faktor-faktor yang tidak secara langsung dipertimbangkan adalah : harga, program "frequent flier" dan akibat computer reservation system.
Dengan adanya model pembagian pasar, airline dapat menganalisis berbagai skenario, memungkinkannya untuk memperkirakan akibat dari perubahan-perubahan pembagian pasar.
Sumber Data
Pengumpulan data dan informasi pasar merupakan proses yang berkelanjutan, mengingat sifatnya yang cepat berubah. Sumber-sumber yang dapat digunakan adalah :
1.    ICAO (International Civil Aviation Organization).
2.    IATA (International Air Transport Association).
3.    Pemerintah.
4.    Organisasi Pariwisata, international maupun regional.
5.    Asosiasi airline regional, seperti AEA (Eropa), OAA (Asia), ASECNA (Afrika), ATA(Amerika Serikat).
6.    Survey, oleh airline atau lembaga riset.
7.    Lembaga riset, seperti EIU (Economic Intelligence Unit) dan ITA (Institute Transport Aerienne).
8.    Penerbitan, seperti Official Airline Guide (OAG), Iteravia, Lloyds Air Transport, Aviation Daily, dll.
9.    Airline.

C. Proses Perencanaan Armada (Fleet Planning)

Perencanaan armada yang dilakukan oleh airline merupakan suatu proses yang sangat tergantung pada tujuan yang telah ditentukan dan ingin dicapai oleh airline tersebut. Seringkali airline mempunyai banyak tujuan yang berbeda-beda dan saling bertentangan satu sama lain. Selain itu, departemen-departemen dalam airline itu sendiri juga memiliki keinginan atau tujuan yang berbeda-beda.
Sebagai contoh, airline dengan departemen marketing yang kuat mungkin lebih cenderung memilih pesawat udara yang lebih besar karena berpendapat bahwa permintaan pasar akan meninggi atau kemampuan pemasaran mereka dapat memenuhi tuntutan jumlah tempat duduk yang lebih banyak.
Sementara itu, departemen penjadwalan atau perencanaan lebih menginginkan armada yang lebih bervariasi sehingga setiap pesawat udara dapat menerbangi setiap rute sesuai dengan sistem yang sedang atau akan dijalankan dengan lebih efisien. Sedangkan departemen perawatan tentunya menyukai pesawat udara yang "baru" sehingga perawatan yang diperlukan dapat dikurangi dan biayanya lebih rendah.
Di lain pihak, para pilot mungkin mengharapkan pesawat udara yang lebih beragam, karena dengan demikian mereka akan mendapatkan kesempatan kualifikasi yang lebih banyak. Sebaliknya, bagian operasional menginginkan agar jenisnya tidak terlalu beragam, agar mempermudah penukaran pesawat udara apabiia terjadi keadaan darurat.
Bagian keuangan cenderung menyukai pesawat yang "bekas" dengan harapan dapat menghemat atau memperbesar keuntungan.
Karena itulah setiap airline harus memiliki rencana strategis yang memberikan garis besar dan tujuan yang ingin dicapai oleh airline tersebut. Jika tidak, setiap bagian dari airline tersebut berusaha untuk mencapai hasil yang terbaik bagi bidangnya, padahal terkdaang hal tersebut tidak berarti menjadi yang terbaik bagi airline itu sendiri.
Dengan menganalisis strategi kompetitir, situasi pasar, perusahaan manufaktur pesawat udara, serta berbagai masalah internal dan eksternal lain, suatu airline dapat menetapkan satu atau beberapa tujuan yang harus dicapai dalam suatu jangka waktu tertentu. Dari tujuan tersebut kemudian dikembangkan rencana-rencana strategis yang harus dijalankan. Dalam membuat perencanaanya, setiap departemen membuat berbagai pertimbangan  dan keputusan yang menunjang pencapaian tujuan itu.
Dalam melakukan perencanaan armada, beberapa faktor harus dipertimpangkan
1. Strategi pemasaran, termasuk pola operasi, jaringan rute, dan penjadwalan suatu airline yang bermaksud melakukan ekspansi ke pasar internasional, misalnya, tidak dapat mencapai sasarannya tanpa pesawat udara berbadan lebar jarak jauh. Jika pada mulanya airline tersebut bersifat domestik, mungkin pesawat udara jenis itu tidak terdapat dalam jajaran armadanya. selain itu, perubahan di pasar yang sudah dikuasai mungkin akan menyebabkan suatu airline memerlukan pembaruan armadanya, karena memiliki pesawat dengan ukuran yang tepat merupakan hal yang sangat vital. Pesawat yang terlalu besar dapat menyebabkan kerugian jika banyak tiket yang tak terjual, sedangkan pesawat yang terlalu kecil bisa saja berarti hilangnya kesempatan mendapatkan keuntungan.
2.  Pola operasi dan jaringan rute sangat menentukan jenis dan jumlah pesawat yang dipilih, yaitu yang dapat memenuhi kebutuhan spesifikasi serta kriteria prestasi terbang yang diperlukan. Misalnya, suatu airline yang mengisi penerbangan ke kota-kota kecil di sekitar hub akan membutuhkan pesawat yang berukuran kecil dan medium, dengan prestasi take off dan landing yang sesuai dengan bandaranya, serta prestasi terbang yang sesuai dengan profil terbang yang direncanakan.
  • Hal-hal lain yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pola operasi dan rute ini adalah:
  • hukum-hukum penerbangan bilateral atau internasional yang berlaku;
  • keadaan geografis dari rute yang dilalui;
  • bandara yang disinggahi, apakah landasan dan GSE memenuhi persyaratan pesawat udara yang akan dipiiih;
  • kebijakan pemerintah.
3.  Karena pembelian pesawat memakan waktu yang cukup lama (sekitar dua sampai tiga tahun, jika terjadi production backlog) dan jangka waktu perencanaan armada yang cukup panjang (sekitar lima tahunan), airline harus melakukan berbagai prediksi ekonomi sebelum melakukan pemesanan. Mungkin inilah bagian tersulit dari proses perencanaan karena tidak ada seorang pun yang tahu pasti bagaimana kondisi ekonomi dalam beberapa bulan atau tahun ke depan. Kemunduran ekonomi yang berbenturan dengan waktu delivery pesawat baru yang mahal dalam jumlah banyak tentunya akan menyebabkan kerugian finansial yang besar bagi airline. Sebaliknya, boom atau ledakan yang tak terduga dalam pasar dapat pula menyebabkan suatu airline kehilangan bagiannya jika menunda pembelian pesawat sementara pesaingnya melakukannya. Karena itu prediksi ekonomi juga sangat penting untuk memproyeksikan volume traffic dan faktor isian.
4.  Komposisi awal armada yang dimiliki airline dan statistik operasionalnya. Faktor-faktor yang bersifat teknis seperti umur pesawat, jumlah bahan hakar yang digunakan per kilometer, jumlah biaya perawatannya, dan jumlah awak pesawat yang dibutuhkannya adalah faktor-faktor yang menjadi bahan pertimbangan.
Kriteria pemilihan yang pertama adalah teknologi, karena teknologi yang lebih tinggi akan memberikan tingkat kenyamanan yang lebih tinggi, dengan kecepatan yang lebih tinggi namun biaya yang lebih rendah. Secara umum, pesawat yang lebih baru akan lebih efisien dan memerlukan biaya yang lebih sedikit dibandingkan pesawat bekas. Contohnya, Boeing 727 lebih boros dibandingkan penggantinya yaitu Boeing 757. Boeing 727 juga lebih kecil dibandingkan 757, dan membutuhkan awak kokpit sebanyak tiga orang sedangkan 757 hanya membutuhkan dua orang. Umur pesawat juga menentukan, karena semakin tua pesawat, biaya perawatannya juga semakin besar.5. Biaya dalam pengembangan armada tersebut. Keadaan keuangan perusahaan memegang kunci dalam proses akuisisi pesawat udara, sebagaimana halnya keadaan keuangan sebuah keluarga yang hendak membeli rumah atau mobil baru.
Pertimbangan-pertimbangannya adalah :
  • Apakah airline mampu berutang lagi;                  '
  • Bagaimana dengan keuntungan sesudah proses akuisisi tersebut;
  • Bagaimana credit rating perusahaan dan berapa bunga yang harus dibayar atas pinjamannya;
  • Sebesar apa harga saham yang mau dibeli investor jika ada saham tambahan;
6. Image/citra perusahaan airline atau pesawat udara yang akan digunakan. Suatu airline harus memperhatikan citra dari jenis/brand pesawat udara yang digunakannya, karena faktor psikologis yang ditimbulkannya terhadap konsumen. Konsumen tentunya akan memilih airline yang bercitra aman dan nyaman dengan jenis/brand pesawat udara yang memiliki sejarah yang aman pula. Apabila telah terbentuk suatu senntimen negatif yang kuat terhadap jenis/brand Pesawat udara tertentu, airline akan cenderung untuk menghindari jenis/brand pesawat tersebut jika keadaan memang memungkinkan.
7.   Masalah yang berhubungan dengan pendanaan pesawat udara. Airline yang tidak memiliki dana yang cukup besar biasanya bekerja sama dengan konsorsium bank-bank dengan perjanjian-perjanjian tertentu. Perjanjian yang dibuat ini tidak jarang menentukin pula brand pesawat apa yang harus dipilih. Selain itu Pemerintah juga dapat mengatur pesawat apa yang harus digunakan, terutama untuk kepentingan-kepentingan yang bersifat politis dan nasionalis.
8.    Hal-hal lain seperti pelayanan purna jual dan potongan harga untuk pembelian dalam batch besar.
D. Pemilihan Pesawat
Pemilihan pesawat merupakan suatu proses yang bersifat iteratif dan berbeda bagi setiap airline. Proses ini juga menuntut penyesuaian (saling tawar menawar) dan berbagai unsur, seperti unsur ekonomi, pertimbangan pemasaran, kesesuaian dengan strategi jangka panjang, pendanaan, dan peraturan.
Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pemilihan pesawat adalah:

•    Pendekatan makro
Pendekatan makro adalah analisis produktivitas tahun berganda dimana jumlah dan jenis pesawat yang diperlukan ditentukan berdasarkan perkiraan persyaratan dalam jangka waktu studi.

•    Pendekatan mikro
Pendekatan mikro biasanya merupakan analisis sistem waktu tunggal dimana jadwal airline terakhir dievaluasi dan diubah untuk memenuhi tingkat permintaan di masa mendatang, dengan mempertimbangkan persyaratan dan kendala utama marketing dan operasional.

•    Pendekatan kombinasi
Merupakan kombinasi pendekatan mikro dan makro, menggunakan analisis detail (mikro) selama beberapa tahun studi namun menggunakan analisis tingkat tinggi (makro) untuk periode berikutnya.
Hal-hal yang sangat penting dilakukan dalam pemilihan pesawat adalah :

Analisis pesawat udara
Yang harus dievaluasi dalam pemilihan pesawat udara adalah prestasi terbangnya dan perbandingan karakteristiknya dengan pesawat kompetitornya.
Analisis Prestasi Terbang
Analisis ini berupa pemeriksaan kemampuan pesawat untuk beroperasi pada suatu  rute dalam satu sistem airline dengan syarat-syarat tertentu. Kapasitas payload, pembakaran bahan bakar dan waktu terbang adalah parameter output yang umum dipertimbangkan.
Biasanya airline harus menganalisis prestasi terbang dari banyak jenis pesawat, atau dari banyak konfigurasi dari satu jenis pesawat, untuk beberapa rute. Perhitungan ini dibuat dengan menggunakan serangkaian aturan dasar yang spesifik yang disusun oleh airline.
Aturan dasar ini terdiri dari karakteristik airport, karakteristik pesawat, dan peraturan study flight.
Beberapa faktor pertimbangan adalah :
1.   Aerodinamika : lift, drag, thrust, dan weight.
2.  Keterbatasan airfield dan karakteristiknya : stopway/clearway, halangan seperti gunung atau pohon, kemiringan, jenis permukaan runway/taxiway, angin, temperatur.
3.  Karakteristik airport : panjang runway, ketinggian runway, temperatur airport. Karakteristik ini penting dalam perhitungan berat take off dan landing.
4. Karakteristik pesawat. Kategori dasarnya adalah berat, informasi bahan bakar, dan informasi payload.
Berat

•  MANUFACTURER'S EMPTY WEIGHT
Berat struktur, mesin, peralatan interior, sistem, peralatan lain yang merupakan bagian integral dari pesawat.

•  OPERATIONAL EMPTY WEIGHT
Manufacturer's empty weight termasuk item standar dan operasional. Item standar adalah bahan bakar yang tidak digunakan (unusable fuel), oli mesin, peralatan darurat, air dan bahan kimia toilet, dapur, struktur buffet dan bar, dll. Item operasional adalah crew dan bagasi, peralatan manual dan navigasi, peralatan pelayanan untuk kabin, galley dan bar, makanan dan minuman, jaket penyelamat, rakit penyelamat, dll.

•  MAXIMUM ZERO FUEL WEIGHT
Berat maksimum pesawat tanpa bahan bakar yang digunakan (usable fuel). Berat ini ditentukan oleh momen lentur sayap maksimum yang diperbolehkan.

•  MAXIMUM STRUCTURAL PAYLOAD
Perbedaan antara maximum zero fuel weight dengan operational empty weight.

•  MAXIMUM LANDING WEIGHT
Berat maksimum pesawat yang diperbolehkan pada saat touch-down. Batas ini ditentukan oleh beban struktural dari landing gear, tapi tidak dengan persyaratan yang sama dengan yang menentukan maximum taxi weight.

•  MAXIMUM TAKE OFF WEIGHT
Berat pesawat pada saat memulai takeoff. Disebut juga maximum brake release weight. Berat ini tidak boleh lebih besar dari maximum taxi weight, dan harus sedemikian sehingga pada saat "flaps-up" berat pesawat tidak melampaui maximum flight weight. Takeoff weight juga dibatasi oleh prestasi terbang pesawat.

•  MAXIMUM TAXI WEIGHT
Berat pesawat maksimum yang diperbolehkan pada saat di darat. Batas ini ditentukan oleh pembebanan struktural pada landing gear dengan persyaratan tertentu dan/atau pembebanan lentur sayap.

Batas Payload
Batas-batas payload yang mempengaruhi proses pemilihan dan evaluasi pesawat :

•  PRESTASI TERBANG
Interaksi antara prestasi terbang, karakteristik airport, dan peraturan penerbangan dapat membatasi berat payload yang diperbolehkan. Batas payload karena prestasi terbang memang tidak umum, tapi hampir selalu lebih membatasi daripada batas yang lain.

•  STRUKTURAL
Batas payload struktural adalah perbedaan antara maximum zero fuel weight dan operational empty weight. Batas struktural dapat membatasi jumlah tempat duduk dengan kepadatan tinggi yanq biasa digunakan oleh beberapa pesawat penumpang.

•  VOLUME
Batas volume pesawat penumpang terdiri dari tiga bagian :

a. Berat penumpang rata-rata dikalikan dengan jumlah tempat duduk
b. Bagasi ditempatkan di bagian bawah dengan kepadatan tertentu
c. Ruang bagian bawah yang terisi adalah untuk kargo dengan kepadatan tertentu yang mungkin sama dengan kepadatan bagasi

Jumlah berat penumpang, bagasi dan kargo adalah batas volume untuk pesawat penumpang.
Informasi bahan bakar
Yaitu kapasitas bahan bakar, kerapatan bahan bakar, dan kapasitas panasnya. Konsumsi bahan bakar akan lebih efisien jika kapasitas panasnya tinggi.

Scheduled Brake Release Weight
Adalah berat yang diperlukan untuk menerbangi suatu rute dengan payload tertentu.
Berat ini terdiri dari : OEW, berat penumpang dan bagasi, berat kargo, berat bahan bakar (termasuk untuk cadangan).                      '

Penentuan Berat Takeoff yang diperbolehkan
Biasanya perusahaan pembuat pesawat memberikan diagram plot berat yang diperbolehkan terhadap panjang landasan untuk berbagai temperatur dan ketinggian.

Peraturan Study Flight             
Asumsi umum yang dipakai :        

•  Kerapatan bahan bakar
Kerapatan yang tinggi lebih disukai karena tangki bahan bakar memiliki kapasitas yang tetap (volumenya), sehingga jika kerapatannya tinggi beratnya akan bertambah sehingga energi yang didapat lebih besar.

•  Temperatur atmosfer
•  Angin sepanjang rute
Ada tail wind yang menguntungkan karena searah dengan arah terbang, dan head wind yang merugikan karena berlawanan arah. Head wind menyebabkan waktu tempuh lebih lama dan bahan bakar lebih banyak digunakan.
Profil Terbang

•    Jarak
Yang termasuk jarak dari airport asal ke tujuan adalah enroute climb, cruise, dan descent. Taxi, takeoff dan approach serta landing tidak diperhitungkan karena segmen tersebut mungkin tidak sama arahnya dengan jalur terbang yang diinginkan.

•    Waktu dan bahan bakar
Waktu dan bahan bakar yang digunakan dari saat melepas rem sampai touch down disebut flight time dan flight fuel. Jika ditambahkan untuk taxi out dan taxi in, disebut block time dan block fuel.

•    Segmen taxi
Waktu taxi yang dipilih akan menentukan besar bahan bakar yang digunakan. Pendaratan dan pemberangkatan dari airport besar akan memerlukan waktu taxi yang lebih lama dibandingkan di airport kecil. Waktu taxi dipilih berdasarkan kepadatan traffic keluar masuk airport. Aliran bahan bakar untuk taxi hampir sama untuk pesawat sejenis dengan mesin sejenis.

•    Segmen takeoff
Yang perlu diperhatikan untuk takeoff adalah panjang runway, ketinggian airport, dan temperatur airport.

•    Accelerate to climb
Penambahan kecepatan untuk terbang menanjak merupakan perpanjangan dari takeoff. Perhitungan waktu, bahan bakar, dan jaraknya disatukan dengan takeoff.

•    Enroute climb
Secara umum, kecepatan yang rendah akan lebih efisien dalam hal bahan bakar, namun lebih memakan waktu. Di Amerika Serikat dan beberapa negara lain, kecepatan tanjak awal dibatasi oleh peraturan sampai 250 KCAS di bawah ketinggian 10000 ft.

•    Cruise
Secara umum, pemakaian bahan bakar pada pesawat dengan mesin jet akan lebeh efektif pada ketinggian cruise yang tinggi. Maka pesawat yang dipilih adalah yang dapat mencapai ketinggian cruise tinggi secepat mungkin.
Step cruise banyak digunakan dalam profil terbang untuk pesawat yang menerbang jarak jauh dengan payload besar                     

•    Descent
Bila climb dilakukan dengan kecepatan rendah, biasanya descent juga demikian. Peraturan kecepatan descent di Amerika Serikat dan negara-negara lain sama dengar peraturan climb.

•    Approach and Land
Perlu diperhatikan bahan bakar dan waktu yang diperlukan untuk memasuki pola traffic airport, melakukan konfigurasi pendaratan, dan mendaratkan pesawat.
Output Evaluasi Prestasi Terbang
Setiap analisis misi memberikan informasi sebagai berikut :

•    Takeoff weight yang diperbolehkan
•    Takeoff weight yang diperlukan (jika kurang dari yang diperbolehkan)
•    Landing weight yang diperbolehkan
•    Landing weight yang diperlukan (jika kurang dari yang diperboiehkan)
•    Payload yang dibawa
•    Block fuel, flight fuel
•    Block time, flight time
•    Bahan bakar cadangan yang diperlukan

Serangkaian misi pada berbagai range memberikan data untuk plot prestasi terbang, termasuk :
•    Payload vs range
•    Block fuel vs range
•    Flight fuel vs range
•    Block time vs range
•    Flight time vs range
•    Bahan bakar cadangan vs range

Kurva payload-range
Kurva payload-range menggambarkan batas-batas seberapa berat payload yang dapat diangkut pesawat, atau seberapa berat payload yang dapat dibawa untuk jarak tertentu.

Maximum payload limit biasanya adalah structural limit payload, atau bisa juga volume limit payload.
Maximum landing weight limit merupakan faktor yang harus diperhatikan apabila maximum payload-nya sangat berat (biasanya untuk kargo).

Jika beroperasi pada maximum takeoff weight limit, harus dipilih bahan bakar daripada payload jika ingin menerbangi jarak yang lebih jauh.
Beroperasi pada fuel capacity limit memerlukan banyak pengurangan payload agar dapat meningkatkan sedikit range. Fuel tidak bisa ditambah lagi dan peningkatan range hanya dapat dilakukan dengan cara reduksi cruise weight dalam jumlah besar.
Perbandingan Pesawat Udara
Perbandingan prestasi terbang dikombinasikan dengan peninjauan pertimbangan lainnya, seperti : (1) desain interior dan flight deck, (2) kontur kebisingan, (3) kemampuan ketinggian, (4) usaha pengembangan program, (5) pelayanan konsumen.

Kunci dalam analisis dan pemiliihan pesawat adalah prestasi terbangnya. Berdasarkan suatu profil penerbangan, dapat ditentukan besar allowable take off weight dari bandara asal, berapa jauh pesawat itu dapat terbang, besar payload yang diangkut. Berapa banyak bahan bakar yang digunakan, dan berapa lama penerbangan itu dilakukan. Informasi ini dapat digunakan untuk mengevaluasi kesesuaian operasional pesawat dengan jaringan airline dan masukan untuk analisis ekonomis.
Analisis jadwal
Dalam mengevaluasi alternatif tipe pesawat untuk ditambahkan ke dalam armada, dampaknya terhadap jadwal harus dipertimbangkan.
Perubahan armada harus menghasilkan jadwal yang dapat dipasarkan, memberikan keuntungan, dan dapat dijalankan secara operasional. Beberapa faktor penting diantaranya adalah :

  • Kemampuan pesawat untuk mengakomodasi tingkat traffic yang sudah diprediksi
  • Kemampuan pesawat untuk mencapai tujuan pelayanan jangka panjang (kapasitas besar, frekuensi rendah atau kapasitas kecil, frekuensi tinggi)
  • Apakah pesawat tepat secara operasional dan efisien dengan kerangka kerja airline yang sudah ada/mungkin berubah
  • Apakah pesawat cukup fleksibel untuk terus beroperasi walaupun keadaan lingkungan berubah
  • Analisis ini meliputi aspek-aspek :
  • Pesawat
  • Penjadwalan crew : domisili crew, jam bertugas, block hour, jam istirahat, traininfg
  • Penjadwalan maintenance : meminimalkan ground time
  • Ukuran armada :
  • Kompatibilitas bandara yang dikunjungi :
a. Ukuran pesawat
b. Kemampuan prestasi terbang
c. Gate requirements
d. Ground support equipment

Dalam mengevaluasi alternatif tipe pesawat untuk memperbesar ukuran armada, airline harus mempertimbangkan tingkat kemampuan pesawat dalam memenuhi persyaratan-persyaratan yang timbul. Biasanya tiap tipe pesawat dievaluasi untuk melayani pasar tertentu agar airline dapat mengevaluasi seberapa baik kinerja tiap tipe pesawat dan apakah jadwalnya dapat dipasarkan, memberikan keuntungan, dan tepat secara operasional.
Analisis Ekonomis
Tujuan dari analisis ekonomis airline adaiah untuk menilai dampak profitabilitas dari berbagai alternatif pesawat udara.
Profitabilitas adalah fungsi dari beberapa unsur utama, yaitu :
•    Operating revenue
•    Operating costs dan operating income
•    Non operating income/expense, interest, taxes, net income

Laporan keuangan airline biasanya tidak cukup untuk analisis ekonomis, karena disusun sebagai laporan finansial dan keperluan peraturan lainnya. Data revenue dan biaya yang baik digunakan untuk analisis ekonomis adalah yang terintegrasi dengan tipe pesawat, rute, traffic dan parameter operasional lain. Selain itu, jika kinerja tahun-tahun sebelumnya yang ingin diukur, maka diperlukan data historis; namun jika rencana dibuat untuk masa depan, perkiraan perubahan dalam biaya dan revenue akan lebih signifikan.
Analisis Finansial
Profitabilitas dari suatu proposal investasi bukanlah merupakan ukuran yang tepat dari dampak finansialnya. Analisis yang lebih lengkap diperlukan untuk mengevaluasi keberhasilan atau kualitas finansial dari suatu rencana investasi. Meliputi :
•    Investment
•    Profit
•    Cash flow
•    Return on Investment

Kadangkala perencana airline menentukan bahwa perusahaannya memerlukan pesawat udara yang belum ada. Dalam kasus seperti ini, mereka melakukan pendekatan kepada perusahaan manufaktur pesawat udara mengenai pembuatan model baru, apabila perusahaan manufaktur tersebut belum mengantisipasi kebutuhan tersebut dan melakukan pendekatan lebih dulu. Pesawat udara jenis baru biasanya merefleksikan kebutuhan beberapa airline besar. Karena biaya awal produksi pesawat baru sangat besar, perusahaan manufaktur pesawat harus menjual ratusan buah untuk mencapai titik impas. Mereka biasanya hanya akan meneruskan proyek pesawat baru apabila ada "launch customer", yaitu jika ada pesanan dalam jumlah besar, ditambah perjanjian pembelian yang lebih kecil dari beberapa airline lain.
Pendanaan Pesawat (Aircraft Financing)
Kompetisi internasional dalam penjualan pesawat, profitability yang buruk pada tahun 1970-an dan 1980-an, serta besarnya beban keuangan untuk memperbesar armada telah melahirkan cara-cara baru bagi airline untuk membeli atau menggunakan pesawat yang baru. Leasing menjadi pilihan banyak airline karena adanya tax-advantage, walaupun kemudian pemerintah berusaha menguranginya agar dapat tetap menguasai pajak. Cara lain adalah melalui perusahaan Leasing perantara (intermediate) yang berbasis di daerah dengan tax-advantage. Alasan lain melakukan leasing adalah untuk mengatasi batas devisa yang ditetapkan pemerintah atau badan keuangan seperti IMF baqi negara berkembang. Terdapat beberapa bentuk lease, yaitu :

1. Leveraged lease
Bentuk lease ini adalah yang paling populer. Dengan bentuk ini, perusahaan lease menjadi pemilik asset, walaupun hanya menyediakan sebagian modal (20-40 persen). Sisanya merupakan pinjaman yang bunganya tergantung pada credit-ranking dari perusahaan lease. Sebagai pemilik, perusahaan lease mendapatkan keuntunqan pajak penuh. Beberapa pesanan pesawat yang dilakukan berdasarkan metoda ini sangat besar, contohnya pesanan Delta Airline senilai $600 juta untuk Boeing 737.

2. Operating lease
Mulanya dimaksudkan untuk mengisi gap jangka pendek dalam kapasitas airline. Terdapat dua jenis utama : 'dry' yaitu hanya pesawat saja yang di-lease kepada airline dan 'wet' yaitu lease pesawat lengkap dengan awak pesawat dan segala bentuk pelayanannya. Lease ini tidak memiliki tax-advantage dari kontrak jangka panjang, namun ada pula yang mendapat pilihan untuk membeli atau memutus kontrak setelah beberapa tahun, sehingga mereka memperoleh fleksibilitas lease jangka pendek dengan keuntungan lease jangka panjang.

3. Cross-border lease
Lease semacam ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan negara-negara berkembang. Dalam bentuk ini, negara pembuat, tempat mendaftar, tempat beroperasi, dan pemberi dananya berbeda-beda. Contohnya adalah pesawat untuk Mozambique Airlines, terdaftar di Prancis, beroperasi di bawah hukum United Kingdom, dan didanai oleh bank-bank United States yang berbasis di Inggris.
4.  Full Finance lease
Dalam bentuk lease ini terdapat satu perusahaan leasing yang menyediakan seluruh dana, yang populer dengan bank-bank Jepang, mungkin sebagai cara untuk menangani surplus perdagangan yang terjadi di beberapa negara. Contohnya adalah pesanan untuk Thai Airways dan Cathay Pacific.

Pada umumnya airline menggunakan wet lease dan dry lease. Wet lease dipilih apabila jangka waktulease relatif pendek dan airline belum memiliki awak dengan kualifikasi pesawat udara tersebut. Apabila perhitungan biaya training, maintenance, ground support equipment, dll yang dilakukan airline lebih besar daripada harga wet lease, maka airline akan memilih wet lease. Akan tetapi jika training sudah pernah dilakukan untuk awak jenis pesawat tersebut, peralatan maintenance/GSE sudah dimiliki (atau biayanya lebih rendah), dan jangka waktu lease relatif panjang, airline akan memilih dry lease.
Kecenderungan Pembelian (Purchasing Trends)
Sejak deregulasi, terdapat beberapa kecenderungan penting dalam melakukan akuisisi pesawat udara.
Kecenderungan yang pertama adalah meningkatnya popularitas leasing dibandingkan kepemilikan. Leasing mengurangi beberapa risiko yang terjadi dalam membeli teknologi baru. Leasing juga menjadi jalan yang lebih murah untuk mendapatkan pesawat udara karena perusahaan leasing dengan pemasukan yang besar dapat mengambil keuntungan dari tax credit yang tak berarti bagi airline dengan marginal profitability. Dalam kasus seperti ini, tax savings bagi pihak pemberi lease dapat direfleksikan dalam haraa yang dipasangnya. Beberapa carrier juga menggunakan lease sebagai tameng terhadap pengambilalihan. Leasing memberikan lebih sedikit aset nyata (tangible asset) yang dapat dijual corporate raider (pihak yang mengambil alih secara tiba-tiba) untuk mengurangi utang yang terjadi dalam pengambilalihan.

Kecenderungan yang kedua berkaitan dengan ukuran pesawat yang dipesan sesuai dengan pola operasi. Pengembangan jaringan hub and spoke menyebabkan penambahan penerbangan ke kota-kota kecil di sekitar hub. Hal ini meningkatkan permintaan pesawat berukuran kecil dan medium untuk mengisi jalur ke hub.
Pada saat yang sama, minat airline dalam pengembangan pesawat jet yang lebih besar terus meningkat. Ini disebabkan tingginya pertumbuhan pasar internasional dimana pesawat yang lebih besar memungkinkan airline mengantarkan lebih banyak orang dari dan ke hub-hub tersebut dengan peningkatan frekuensi penerbangan yang kecil atau tidak ada sama sekali.
Kecenderungan yang ketiga adalah meningkatnya efisiensi bahan bakar. Dengan naiknya harga bahan bakar pada tahun 1970-an, dan awal 1980, airline mengutamakan peningkatan efisiensi bahan bakar armadanya, sehingga melahirkan terobosan-terobosan baru dalam rancangan pesawat udara.
Kecenderungan yang keempat juga merupakan tanggapan atas keprihatinan airline dan masyarakat mengenai kebisingan dan emisi gas buang. Perkembangan teknologi telah menghasilkan mesin jet yang tingkat kebisingannya lebih rendah dan gas buangnya lebih bersih. Pada beberapa negara, larangan-larangan dibuat atas permintaan masyarakat.
Misalnya di Amerika Serikat, larangan pengoperasian pesawat jet "Stage 1" seperti Boeing 707 dan DC-8 telah diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1985, dan pada tahun 1989 ditetapkan bahwa pesawat jet "Stage 2" seperti 727 dan DC-9 juga dihapuskan mulai tahun 2000. Pesawat jet "Stage 3" seperti Boeing 757 dan MD-80 akan menggantikan pesawat-pesawat jet lama tersebut. Walaupun demikian, peraturan kebisingan baru ini tetap dapat dipatuhi tanpa harus membeli pesawat baru. "Hush kits" tersedia untuk mesin-mesin tua, dan beberapa airline memutuskan untuk mengambil pilihan hemat ini daripada membeli pesawat baru. Airline lain memilih untuk melakukan "re-engine", atau mengganti mesin tua yang lebih bising dengan mesin baru yang memenuhi standar "Stage 3". Walaupun lebih mahal daripada "hush kits", mesin baru memiliki keuntungan operating cost yang membuatnya menjadi pilihan utama beberapa carrier.
Kecenderungan yang kelima adalah pola pembelian dalam batch besar. Pola pembelian semacam ini mampu menjamin on-time delivery dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya back log. Selain itu, perusahaan manufaktur pesawat udara umumnya memberikan potongan harga khusus dan suku cadang untuk pembelian dalam batch besar.