Minggu, 11 Maret 2012

Ground Handling


PENDAHULUAN

1.1 Unit Kerja penunjang Bisnis Penerbangan
Pengetahuan Tata Operasi Darat adalah pengetahuan tentang penanganan pesawat dan pe] ayanan penumpang di bandara (bandar udara). Dalam dunia penerbangan intemasional, Tata Operasi Darat dikenal dengan istilah Ground Handling.
Ada tiga aspek yang pedu diperhatikan untuk melaksanakan Tata Operasi Darat, yaitu pena­nganan/pelayanan penumpang di bandar udara; formalitas yang harus dipenuhi; penanganan pesawat selama berada di bandar udara.
Untuk dapat mempelajari lebih dalam tentang Tata Operasi Darat, perlu diketahui dan dipahami terlebih dahulu mekanisme kerja bisnis pener­bangan komersial dan informasi tentang jasa angkutan udara.
Perusahaan penerbangan komersial atau air­lines merupakan badan usaha jasa angkutan udara yang mengoperasikan pesawat terbang sebagai sarana untuk mengangkut muatan dari suatu kota ke kota lain, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Muatan yang diangkut antara lain, yaitu penumpang, barang/kargo (cargo), dan benda-benda pos.
Setiap orang dapat menggunakan jasa angkutan udara dengan cara membeli tiket. Pelaksanaan penjualan tiket penerbangan dapat dilakukan oleh perusahaan penerbangan itu sendiri, atau melalui jasa pelayanan biro perjalanan yang telah ditunjuk secara resmi sebagai agen penjualan oleh perusahaan penerbangan/airline yang bersangkutan.
Jasa pelayanan angkutan udara dapat juga dimanfaatkan untuk pengiriman barang barang/ paket dari suatu tempat ke tempat lain, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Paket atau barang-barang kiriman ini dikenal dengan istilah cargo atau freight. Pelaksana pengiriman kargo dikelola oleh badan usaha tersendiri, yang dikenal dengan Cargo Agent atau Freight Forwarder. Di Indonesia, badan usaha tersebut dikenal dengan Ekspedisi Muatan Kapal Udara (EMKU).
Secara operasional, terdapat empat unit kerja utama yang menunjang bisnis angkutan udara atau penerbangan dapat terlaksana, yaitu passenger handling (penanganan pelayanan penumpang); aircraft handling (penanganan pesawat di bandar udara); inflight service (pelayanan penumpang di dalam pesawat selama penerbangan); cargo handling (penanganan kargo dan benda benda pos/mail).
Selain empat unit kerja utama dalam opera­sional bisnis penerbangan masih ada lagi bidang yang cukup penting, yaitu bidang administrasi, yang secara garis besar dapat terbagi dalam administrasi keuangan; administrasi kepegawaian personalia; administrasi teknik penerbangan.
Unit-unit kerja tersebut harus saling melengkapi dan menunjang bisnis penerbangan menjadi sukses.
Sesungguhnya penanganan/pelayanan penum­pang/passenger handling sudah dimulai ketika sebuah perusahaan penerbangan menerbitkan jadwal penerbangan (time table) yang disebar­luaskan kepada masyarakat.
Sampainya jadwal penerbangan ke tangan masyarakat diharapkan akan menimbulkan keinginan untuk memanfaatkan dan menggunakan jasa angkutan penerbangan dalam melakukan perjalanan, seperti yang ditawarkan oleh perusahaan penerbang'.
Penanganan/pelayanan penumpang di dalam suatu perusahaan penerbangan secara keseluruhan melibatkan beberapa unit kerja yang saling melengkapi dan menunjang. Unit kerja, atau petugas dalam suatu unit kerja yang dalam melakukan tugasnya selalu berhadapan langsung dengan penumpang disebut sebagai Front Liner (barisan depan atau ujung tombak). Sebagai ujung tombak dari perusahaan, para petugas di sektor ini merupakan cermin atau identitas dari per­usahaan yang diwakilinya. Baik buruknya penampilan dan pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawab petugas Front liner akan mencerminkan mutu pelayanan perusahaan. Kesan pertama yang mampu ditunjukkan dengan baik kepada masyarakat di dalam pelayanan/ penanganan penumpang akan mampu mengun­dang minat penumpang baru untuk menikmati jasa penerbangan.
Rangkaian tata laksana penanganan/pelayanan penumpang dapat diuraikan berdasarkan urutan pelaksanaan sebagai berikut.
(1)      Reservation, yaitu proses pemesanan tempat.
(2)      Fare Caculation, yaitu sistem penghitungan tarif.
(3)      Ticketing, yaitu penjualan/pembelian tiket.
(4)      Departure, yaitu proses pelayanan keberangkatan penumpang di bandar udara.
(5)      Inflight Service, yaitu pelayanan penumpang selama di dalam pesawat/penerbangan.
(6)      Transit/Transfer Service, yaitu pelayanan dan penanganan penumpang di kota persinggahan.
(7)      Arrival, yaitu penanganan/pelayanan penum­pang di kota tujuan.
Kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan/irregularities di kota-kota persinggahan (transit point) hingga ke kota tujuan (des­tination) adalah tanggung jawab perusahaan penerbangan. Hal ini menjadi tugas dari pelayanan dan penanganan penumpang sampai permasalahan yang dihadapi diselesaikan dengan tuntas.
Irregularity contohnya antara lain keterlam­batan pesawat (delay); kehilangan bagasi (lost); kerusakan bagasi (damage).
Berdasarkan uraian tersebut, dalam pe­nanganan/pelayanan penumpang terdapat tiga kelompok kerja yang berhadapan langsung dengan para pengguna jasa penerbangan, sebagai berikut :
1) Bidang penjualan dan pemasaran, yang terdiri dari:
a) Reservation, bertugas memberikan pelayanan pemesanan tempat;
b) Ticketing, bertugas dalam pelayanan dokumen pasasi dan perhitungan tarif;
c) SalesdanMarketing, bertugas dalam hal penjualan dan pemasaran.


2) PenangananJpelayanan penumpang di bandar udara, yang terdiri dari:
a) Departure Section, bertugas dalam pelayanan keberangkatan pennmpang;
b) Transit and Transfer Section, bertugas dalam pelayanan terhadap penumpang yang akan melanjutkan penerbangan ke kota tujuan, baik ganti pesawat maupun tanpa ganti pesawat.
c) Bagsage Handling, betugas memberikan pelayananJpenanganan terhadap penum­pang tiba maupun berangkat.
d) Arrival Section, bertugas memberikan pelayanan kepada penumpang yang bara tiba.

3) Penanganan/pelayanan penumpang di dalam penerbangan.
Bertugas memberikan pelayanan terhadap penumpang selama penerbangan berlangung (Inflight Service).

        1.1.1     Penanganan Pesawat di Bandar Udara (Aircraft Handling)
Penanganan pesawat di bandar udara meru­pakan satu unit kerja yang tidak pernah berhubungan langsung dengan para pengguna jasa penerbangan, tetapi merupakan unit kerja yang sangat penting dan paling menentukan terhadap keberhasilan terlaksananya suatu penerbangan.
Unit kerja penanganan pesawat di bandar udara dapat dikelompokkan ke dalam tiga bidang pekerjaan sebagai berikut.

1.1.1.1 flight Operation
Flight operation: bidang operasi pener­bangan yang tugasnya antara lain sebagai berikut.
a. Flight plan, bertugas mengatur perencanaan penerbangan.
b. Load and Balance, bertugas mengatur keseimbangan pesawat.
c. Notice to Airman, tugasnya berkomunikasi dengan penerbang, misalnya memberikan keterangan mengenai cuaca (NOTAM).

1.1.1. 2 Penanganan pesawat di pelalaran bandar udara (Ramp Handling)
Bidang kerja ini melayanil melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut.
a. Marshelling, bertugas memandu kedatangan/keberangkatan pesawat.
b. Maintenance, bertugas memeriksa/meme­lihara kondisi pesawat, termasuk kebersihan tempat duduk dan pantry.
c. Fueling/Refueling, mengisi bahan baker pesawat
d. Load Planning, perencanaan muatan penum­pang dan barang.
e. Loading/Unloading, melaksanakan bongkar muat barang.
f.  Load and Balance, mengatur keseimbangan pesawat, dalam hal ini termasuk penumpang dan barang/bagasi.
g. Aircraft Cleaning, membersihkan kabin pesawat dan kamar keeil.

1.1.1.3 Catering
Catering bertugas menyediakan konsumsi bagi para penumpang selama dalam penerbangan.
Menjadi kewajiban dari perusahaan pener­bangan untuk senantiasa menyediakan konsumsi bagi setiap penumpang yang menggunakan jasa penerbangannya. Namun, tidaklah mungkin bagi setiap perusahaan penerbangan untuk menyiapkan konsumsi bagi para penumpangnya. Oleh karena­nya, untuk urusan katering biasanya dipercayakan kepada perusahaan lain sebagai partner usaha.

1.1.2 Pelayanan Penumpang selama Penerbangan (lnflight Service)
Penanganan/pelayanan penumpang di dalam penerbangan dilaksanakan oleh awak pesawat/kru(crew) yang terdiri dari cockpit crew dan cabin crew.
1) Cockpit crew adalah awak pesawat yang bertugas di kokpit, yang terdiri dari:
a) Pilot in Command ialah kapten pener­bang yang bertindak sebagai pimpinan dalam penerbangan.
b) First Officer/Co Pilot adalah asisten penerbang.
c) Flight Engineer merupakan montir penerbangan.

2) Cabin Crew adalah awak pesawat yang bertugas di dalam kabin pesawat untuk memberikan pelayanan kepada penumpang, yang terdiri dari:
a) Purser/Cabin Superintendant adalah pimpinan awak kabin.
b) Steward/pramugara bertugas memberi­kan pelayanan kepada penumpang selama penerbangan. Pramugara adalah petugas laki laki.
c) Stewardess atau flight hostess/pramugari memiliki tugas sama dengan pramugara. Pramugari adalah petugas wanita.

1.1.3      Penanganan Barang Kiriman (Cargo Handling )
Istilah kargo dipergunakan untuk barang­-barang kiriman dan benda-benda pos yang diangkut dengan pesawat udara dari satu bandar udara ke bandar udara lain, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Penanganan/pelayanan barang-barang kiriman atau benda pos dilakukan oleh suatu unit kerja tersendiri yang dalam pelaksanaan tugasnya tidak terlepas dari kerja sama dengan perusahaan penerbangan dan pengelola pelabuhan/bandara.
Di bandar udara yang kecil biasanya pena­nganan/pelayanan penumpang, bagasi dan kargo dilaksanakan dalam satu atap di gedung terminal yang sama. Di bandar udara komersial inter­nasional, penanganan kargo dilaksanakan di ter­minal kargo yang berdiri sendiri. Pengiriman barang melalui kargo biasanya dilakukan untuk yang sangat diperlukan cepat sampai ke tempat tujuan sesuai dengan kebutuhannya, misalnya (a) suku cadang berbagai mesin pabrik dan peralatan elektronik; (b) yang berhubungan dengan bisnis dan finansial/perbankan; (c) barang-barang yang mudah rusak, seperti sayuran dan buah-buahan.
Pengiriman barang-barang melalui jasa pelayanan penerbangan pasti lebih cepat dan tepat bila dibandingkan dengan transportasi lainnya.
Demikianlah empat unit kerja utama untuk menunjang terselenggaranya bisnis angkatan udara atau penerbangan.


1.2 Peraturan Internasional Bisnis Penerbangan
Untuk mempelajari lebih dalam tentang penerbangan komersial, perlu dibahas pula beberapa peraturan intemasional yang mendasari terciptanya hubungan kerja antar negara di sektor penerbangan komersial. Peraturan tersebut ditetapkan di dalam Konvensi Chicago (Chicago Convention); Perjanjian Bilateral Antar negara (Bilateral Agreements); Konvensi Warsawa (Warsawa Convention); Ketentuan Umum Perjanjian Kontrak Penumpang dengan Per­usahaan Penerbangan/Pengangkut (The IATA General Condition of Carriage).

        1.2.1     Konvensi Chicago (Chicago Convention)
Chicago Convention berlangsung di kota Chicago, Amerika Serikat pada tahun 1944, seusai Perang Dunia II di Benua Eropa. Hampir setiap negara yang berkecimpung dalam bidang transportasi udara hadir dalam pertemuan internasional ini.
Dalam Chicago Convention inilah dihasilkan kesepakatan bersama di bidang angkutan udara intemasional yang menjadi landasan untuk setiap peraturan yang berlaku hingga sekarang ini. Konvensi tersebut juga menghasilkan ter­bentuknya suatu organisasi/lembaga yang mempunyai kekuasaan membuat peraturan yang berkaitan dengan masalah penerbangan sipil, termasuk transportasi udara komersial serta sarana dan prasarana pendukungnya. Lembaga ini bernama International Civil Aviation Organization (ICAO).

ICAO adalah suatu lembaga resmi yang berada di bawah naungan PBB dan bertugas untak menciptakan standar pengelolaan sarana dan prasarana navigasi udara, termasuk hukum-hukum intemasional yang berkaitan erat dengan trans­portasi udara. Kantor Pusat ICAO berada di Montreal, Kanada. Setiap negara merdeka memiliki batas wilayah udara yang diakui kedaulatannya secara intemasional. Berdasarkan ketentuan internasional, batas wilayah udara ini tidak boleh dilanggar oleh negara mana pun. Pelanggaran terhadap wilayah kedaulatan negara tertentu dapat menimbulkan pertentangan antara kedua negara yang bersangkutan, bahkan lebih dari sekadar pertentangan.
Untuk menghindari kemungkinan terjadinya hal tersebut, setiap angkutan udara yang akan melintasi batas wilayah udara negara lain harus memberitahukan dan meminta izin dahulu kepada  penguasa negara yang batas wilayah dan wilayah udaranya akan dilalui. Jika hal tersebut tidak dilakukan, negara bersangkutan dapat bertindak tegas dengan memberikan peringatan keras, bahkan tindakan yang merupakan sanksi atas pelanggaran wilayah udara tersebut, misalnya penimbakan terhadap pesawat udara yang melintasi batas wilayah udara tanpa izin.

        1.2.2 Persetujuan Bilateral (Bilateral Agreements)
Tidaklah mungkin apabila setiap perusahaan penerbangan yang akan mengoperasikan angkutan udaranya melalui wilayah udara atau bahkan singgah di negara lain harus selalu meminta izin dahulu. Oleh karena itu, perlu dibuat peraturan-peraturan yang menyangkut kepentingan tersebut.
Konvensi tidak berwenang memberikan izin terbang bagi penerbangan intemasional, apalagi menyangkut lintas batas wilayah udara dari masing-masing negara berdaulat. Kesepakatan antar dua negara sehubungan dengan hal tersebut disebut perjanjian bilateral (Bilateral Agreement). Dalam perjanjian bilateral, kedua pihak mengakui hak dan kewajiban masing-masing dengan hasil perjanjian yang saling menguntungkan keduanya. Berdasarkan hasil pembicaraan dalam konvensi, dibuatlah peraturan-peraturan yang menyangkut izin lalu lintas terbang, izin mendarat setiap penerbangan baik reguler berjadwal maupun yang tidak berjadwal. Setiap negara akan mengirimkan instansinya yang berwenang untuk ikut dalam pembicaraaan bilateral agreement, yaitu Directorate of Civil Aviation (DCA).
Di Indonesia, tugas tersebut dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Dalam hal ini, kebijaksanaan yang ditetapkan dikenal dengan istilah The Open Sky Policy atau “Kebijaksanaan Pintu Terbuka" bagi penerbangan manca negara. Masing-masing negara sangat memperhitungkan untung rugi di dalam pemberian izin terbang melintasi udara wilayahnya, termasuk izin mendarat bagi pesawat udara perusahaan penerbangan negara lain. Misalnya, antara negara Australia dan Indonesia. Australia memiliki dua perusahaan penerbangan yang terbang dari/ke kota-kota di Indonesia. Negara Indonesia memiliki tiga perusahaan penerbangan yang menerbangi rute dari/ke Australia
Perimbangan jumlah kapasitas angkut dari kelima perusahaan tersebut menjadi bagian yang dipertimbangkan dalam pembicaraan/perjanjian bilateral negara Indonesia- Australia menyangkut masalah penerbangan lintas batas antara ke­duanya.
Persetujuan/perjanjian bilateral akan menjadi multilateral bila menyangkut lintas batas lebih dari dua negara. Sebagai contoh, penerbangaan antara Jakarta-Amsterdam. Penerbangan ini akan melintasi banyak negara, bahkan kemungkinan singgah. Negara-negara yang dilintasi, antara lain Singapura, Malaysia, Thailan, India, Negara-­negara Timur Tengah dan negara-negara Eropa sebelum mendarat di Amsterdam. Untuk melewati negara negara tersebut, Garuda harus sudah mendapatkan izin dari masing masing negara berdasarkan persetujuan mengenai terbang lintas antara pihak pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara-negara yang di lalui atau disinggahinya.
Di dalam perjanjian bilateral ini juga disepakati tentang hak-hak dari setiap perusahaan pe­nerbangan yang akan singgah di negara lain. Misalnya, Garuda Indonesia mengalami kerusakan pesawat di Frankfurt maka biasanya dalam pembelian kebutuhan suku cadang pemerintah Jerman akan memberikan kebebasan bea masuk, tetapi harus di wilayah beacukainya. Demikian pula sebaliknya Lufthansa di Indonesia.
Yang perlu dipahami dari pelaksanaan perjanjian bilateral ini ialah sejauh mana izin penerbangan lintas batas tersebut diberikan oleh negara bersangkutan. Izin tersebut misalnya untuk hal-hal sebagai berikut.
1. Pesawat diizinkan terbang melintas wilayah udara suatu negara tanpa boleh mendarat di salah satu bandar udara negara tersebut.
2. Pesawat diizinkan mendarat hanya untuk mengisi bahan bakar.
3. Pesawat diizinkan mendarat untuk mengisi bahan bakar, mengangkut penumpang, kargo, benda pos (passenger, cargo and mail), dan lain-lain.
Peraturan izin yang di tetapkan sehubungan dengan trayek penerbangan disebut Traffic Right, yaitu hak dan kebebasan untuk mengangkut penumpang, kargo dan benda pos dalam suatu penerbangan.
Traffic Right terdiri dari enam perjanjian yang disebut The Six Freedom of Air yang isinya antara lain sebagai berikut.
1. First Freedom: Hak suatu perusahaan penerbangan suatu negara untuk terbang melintasi udara negara lain tanpa mendarat. Contoh: KLM terbang dari Amsterdam ke Australia melintasi Indonesia tanpa berhentil singgah di Jakarta atau bandar udara lain di Indonesia.
2. Second Freedom: Hak suatu perusahaan penerbangan suatu negara untuk mendarat di negara lain dengan maksud hanya mengisi bahan bakar saja. Contoh: Lufthansa dalam penerbangannya ke Eropa dari Jakarta singgah di Singapura untuk mengisi bahan bakar, tetapi tidak mengangkut penumpang.
3. Third Freedom: Hak suatu perusahaan penerbangan suatu negara untuk mendarat di negara lain, dengan membawa penumpang dan cargo dari negara asalnya. Contoh: Garuda terbang ke Singapura dengan membawa penumpang dan cargo dari Jakarta
4. Fourth Freedom: Hak suatu perusahaan penerbangan suatu negara untuk mengangkut dari negara lain, penumpang, pos dan cargo untuk dibawa ke negerinya. Contoh: Garuda mengangkut penumpang, pas dan cargo dari Singapura untuk dibawa ke Jakarta.
5. Fifth Freedom: Hak suatu perusahaan penerbangan suatu negara untuk mengangkut penumpang, pos dan cargo dari suatn kota di negara lain, untuk dibawa ke negara ketiga. Contoh: Garuda mengangkut penumpang, pos dan cargo dari Singapura untuk dibawa ke negeri Belanda.
6. Sixth Freedom: Hak suatu perusahaan penerbangan suatu negara untuk mengangkut penumpang, pos dan cargo dari suatu negara asing, dan diterbangkan ke negara asing lainnya, melalui negaranya. Contoh: Garuda mengangkut penumpang, pos dan cargo dari negeri Belanda ke Australia dan singgah di Jakarta terlebih dahulu. (Jakarta adalah home base Garuda).

        1.2.3     Konvensi Warsawa (The Warsawa Convention)
Pada permulaan abad ke- 20, pesawat terbang telah memperlihatkan eksistensinya sebagai sarana transportasi yang cepat dan andal. Hampir setiap negara, terutama di Eropa dan Amerika Utara berusaha untuk memiliki dan mengoperasikan pesawat terbang sebagai sarana mengangkut penumpang dan barang bawaannya, termasuk barang kiriman serta benda pos (mail). Masalah keamanan dan keselamatan penerbangan me­rupakan pokok pemikiran, khususnya yang berhubungan dengan masalah tanggungjawab bila terjadi kecelakaan dalam suatu penerbangan.
Atas dasar pemikiran tersebut, pada tahun 1929, para pemilik/pengelola perusahaan penerbangan mengadakan pertemuan/pem­bicaraan antarnegara dalam suatu konvensi di Warsawa, Polandia yang di kenal dengan The Warsawa Convention. Pertemuan ini merupakan pertemuan pertama yang membahas masalah tanggungjawab dalam bisnis penerbangan.

Dalam konvensi ini, dibahas hal-hal yang menjadi tanggungjawab perusahaan angkutan udara/airlines sebagai berikut.
1. Keamanan dan keselamatan penumpang, bagasi, kargo dan mail di dalam penerbangan.
2. Tanggungjawab jawab terhadap penumpang, mencakup kematian dan cedera atau luka-luka.
3. Tanggungjawab terhadap bagasi, penumpang, kargo dan mail menyangkut masalah ke­hilangan, kerusakan dan keterlambatan di dalam pengiriman.
Warsawa Convention menetapkan tentang pemindahan tanggungjawab sepenuhnya kepada airline yang mengangkut atau carrier selama proses pengangkutan berlangsung. Agar lebih jelas, perbedaan antara airline/perusahaan penerbangan dengan carrier/perusahaan pe­nerbangan pengangkut perlu dipahami.
Airline adalah perusahaan penerbangan yang menerbitkan dokumen penerbangan untuk mengangkut penumpang beserta bagasinya, barang kiriman (kargo) dan benda-benda pos (mail) dengan pesawat udara.
Carrier adalah perusahaan penerbangan yang bertugas meng­angkut penumpang beserta bagasi yang dibawa, barang kiriman (kargo) dan benda- benda pos (mail) dengan pesawat udara.

Perhatikan contoh berikut. Cathay Pacific menerbitkan dokumen penerbangan untuk penumpang dengan rute JKT-­HKG-FRA (Jakarta-Hong Kong-Frankfurt). Penerbangan dari Jakarta ke Hong Kong dilakukan dengan pesawat Garuda/GA, kemudian dari Hong Kong ke Frankfurt dengan pesawat Cathay Pacific. Pada penerbangan Jakarta-Hong Kong, Garuda berpungsi sebagai carrier, sedangkan pada penerbangan Hong Kong-­Frankfurt, Cathay Pacific yang berfungsi sebagai carrier. Adanya jaminan tersebut dapat mem­berikan rasa tenteram kepada penumpang, para pengirim maupun penerima barang di tempat tujuan. Dengan demikian, kepercayaan ma­syarakat kepada perusahaan penerbangan/airlines menjadi semakin besar.
Dalam pelaksanaan pelayanan jasa angkutan ucara, perlu ditentukan batasa antara hak dan tanggungjawab kedua belah pihak, yaitu pihak pceusahaan penerbangan dan para pengguna jasa angkutan penerbangan tersebut. Dengan begitu,maka antara perusahaan penerbangan (airlines maupun carrier) dengan penumpang dan pengirim barang di pihak lain saling mengetahui hak dan tanggungjawabnya.
Konvensi Warsawa telah menetapkan batas tanggung jawab airlines terhadap kematian, cedera atau luka tetap bagi penumpang dalam bentuk sejumlah uang sebagai konpensasi. Adapun untuk bagasi, kargo dan benda-benda pos (mail) yang hilang atau rusak ketika tiba di tempat tujuan mendapatkan konpensasi yang sama dalam bentuk uang. Perhitungan untuk itu semua berdasarkan berat barang yang hilang atau rusak.

       

1.2.4   International Air Transport Association (IATA)
Membicarakan perusahaan penerbangan tentu tidak lepas dari ulasan tentang organisasi yang menaungi secara internasional, yaitu lnternational Air Transport Association (IATA).

1.2.4.1 Sejarah Terbentuknya lATA
Organisasi IATA dibentuk tahun 1945 untuk menangani masalah yang terjadi akibat cepatnya laju perkembangan penerbangan sipil setelah akhir Perang Dunia II. Tujuan berdirinya asosiasi ini tercantum di dalam peraturan yang disebut Arti­cle of Association, antara lain sebagai berikut.
1. Mempromosikan tentang keselamatan pe­nerbangan dan penumpangnya; ketepatan waktu pelayanan/perjalanan penerbangan; transportasi udara yang ekonomis. Hal ini demi keuntungan rakyat/pengguna jasa transportasi udara di seluruh dunia serta melindungi penerbangan komersial itu sendiri.
2. Menyediakan sarana untuk bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan penerbangan yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam jasa pengangkutan udara intenasional.
3. Bekerja sama dengan ICAO dan organisasi­-organisasi internasional lainnya.


1.2.4.2 Fungsi lATA
Fungsi IATA dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu fungsi untuk perusahaan penerbangan (air­lines), fungsi untuk pemerintah dan negara, dan fungsi untuk masyarakat.

1. Fungsi untuk Perusahaan Penerbangan (Air­lines)
IATA menyediakan cara-cara untuk me­mecahkan masalah-masalah airlines yang dihadapi oleh setiap perusahaan penerbangan. Adalah suatu kenyataan bahwa dengan segala perbedaan, seperti bahasa, adat istiadat, mata uang, peraturan-peraturan dari masing-masingnegara, termasuk peraturan perusahaan penerbangannya, IATA telah membatu dengan menyusun rute-rute perjalanan dan mengatur jadwal penerbangan.
Organisasi IATA mengumpulkan pengalaman dan informasi dari perusahaan penerbangan yang sudah lebih maju dan membagikan pengalaman dan informasi itu kepada perusahaan penerbangan lain yang masih baru.

2. Fungsi untuk Pemerintah dan Negara
Fungsi IATA bagi pemerintah clan negara, yaitu IATA menyiapkan cara untuk menyesuaikan harga dan tarif intemasional; memberikan pengalaman praktis dari beberapa perusahaan penerbanganl airlaines; membatu menciptakan harga yang ekonomis untuk angkutan pos; memberikan keyakinan bahwa perdagangan, keselamatan serta kenyamanan merupakan suatu pelayanan jasa yang sangat diutamakan.

3. Fungsi untuk Masyarakat
Fungsi IATA untuk masyarakat, yaitu mem­berikan kepastian akan adanya suatu standar operasional yang tinggi di mana pun; memberikan kepastian adanya praktel-praktek bisnis yang wajar dari perusahaan penerbangan dan agen-agenya; memastikan bahwa harga-harga pe­nerbangan yang ditetapkan merupakan tarif yang terjangkau oleh masyarakat.
Dengan adanya kantor-kantor perusahaan penerbangan dan agen-agen penjualannya, seorang penumpang dengan mudah dapat memesan tiket untuk peIjalanannya ke beberapa kota maupun negara, termasuk memesan ako­modasi yang dikehendakinya. Untuk itu, seseorang cukup melakukan pemesanan melalui satu perusahaan saja, yaitu suatu biro peIjalanan yang telah menjadi anggota IATA.
Sebagai suatu organisasi, IATA merupakan pelopor, bersifat terbuka, non-politik dan demokratis. Keanggotaannya terbuka bagi setiap perusahaan yang telah mendapat izin dari pemerintahnya yang telah menjadi anggota ICAO.
Di dalam tubuh IATA ada dua kategori keanggotaan, yaitu Active Member yang merupakan perusahaan penerbangan anggota IATA yang menerbangi rute-rute internasional dan Associate Member yang merupakan perusahaan penerbangan anggota IATA yang menerbangi rute-­rute dalam negeri.

Active Member IATA dibagi ke dalam dua kategori, yaitu Trade Association yang aktivitas keanggotaannya mencakup semua aspek non­komersial penerbangan sipil, Tariff Coordination yang aktivitas keanggotaannya mencakup negosiasi harga dan tarif internasional.
Organisasi IATA mengadakan rapat umum Pertemuan Tahunan (Annual General Meeting) yang dihadiri oleh seluruh anggotanya. Semua active member memiliki satu hak suara. Kebijakan yang akan berlaku sepanjang tahun diatur oleh anggota Komite Pelaksana/Executive Committee yang terpilih dan pelaksanaannya dilakukan oleh komite- komite yang lain, seperti Komite Keuangan, Komite Hukum, dan Komite Teknik dan Traffic. Pengkoordinasian persetujuan harga/tarif dipercayakan kepada IATA Tariff Coordination Conference melalui suatu rapat tersendiri yang membahas tentang pengangkutan penumpang dan muatan.

1.2.4.3 Program Keagenan IATA
Perusahaan penerbangan harus dapat menjual tiketnya ke seluruh dunia apabila mereka ingin mendapatkan akses yang paling baik di pasar. Agar dapat melaksanakan usaha tersebut, perusahaan penerbangan harus bekerja sama dengan biro-biro perjalanan, selain kantomya sendiri.
Karena biro perjalanan bertanggung jawab atas sebagian besar hasil penjualan tiket perusahaan penerbangan, maka sangat penting bahwa setiap biro perjalanan memiliki keuangan yang cukup dan bonafide; keamanan yang terjamin dan memadai; sumber daya manusia yang profesional.
Program keagenan IATA antara lain sebagai berikut.
1) Menyediakan suatu sistem administrasi yang adil bagi semua agen penjualan penumpang dan muatan.
2)   Melalui suatu kontrak tunggal dengan IATA maka setiap biro perjalanan umum (BPU) yang mampu untuk mewakili perusahaan pe­nerbangan boleh menyimpan dokumen­dokumen penting, seperti tiket, miscellaneous charges order (MeO), airway bill. Biro perjalanan umum dapat menjualkan dokumen­-dokumen itu dan memperoleh kompensasi berupa komisi dari perusahaan penerbangan anggota IATA.
Hampir semua biro perjalanan umum berusaha untuk mengembangkan dan memajukan per­usahaannya agar dapat menjadi agen penjualan resmi IATA (IATA Approved Sales Agent).
Apabila sebuah biro perjalanan umum atau agen perjalanan telah menjadi IATA Sales Agent,maka mereka mendapatkan keuntungan-ke­untungan sebagai berikut .
1) Mendapatkan hak untuk menyimpan stok (persediaan) tiket dari perusahaan-perusahaan penerbangan IATA di perusahaannya.

2) Memiliki fasilitas kredit dari perusahaan penerbangan/airlines. Kredit yang diberikan airlines IATA berkisar antara dua minggu sampai satu bulan dan diatur sebagai berikut.
a) Penjualan tiket antara tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 dibayar pada tanggal 30 atau 31 bulan yang sama.
b) Penjualan tiket antara tanggal 16 sampai dengan tanggal 30 atau 31 dibayar pada tanggal 15 bulan berikutnya.
c) Menerima komosi sebesar 9% dari harga tiket yang dijualnya.
d) Dapat menikmati diskon agen untuk karyawannya sebesar75% dari harga ticket.


1.2.4.4 Syarat-Syarat Pengangkutan Penumpang dan Bagasi
Syarat pengangkutan penumpang beserta bagasi yang dibawa disepakati dalam Konvensi Warsawa, yang tertuang daIam bentuk naskah The IATA General Condition of Carriage.
Condition of Contract adalah naskah kontrak antara penumpang dengan perusahaan penerbangan/airlines pengangkut. Naskah kontrak ini tercantum di dalam semua tiket penerbangan komersial internasional. Kondisi kontrak tersebut hanya berlaku untuk penerbangan internasional, sedangkan untuk penerbangan domestik berlaku peraturan tersendiri sesuai dengan kebijakan negara bersangkutan.
Penumpang maupun airlines harus memahami isi naskah kontrak yang tercetak di dalam tiket airlines agar hak dan kewajiban kedua belah pihak jelas. Kontrak seperti ini dicetak di tempat yang terbatas, tetapi mempunyai arti yang sangat penting bagi penumpang maupun airlines. Sebagai pengguna jasa penerbangan disarankan membaca dengan saksama, dan mempelajari naskah tersebut dengan sebaik -baiknya agar tidak terjadi saIah pengertian dan penafsiran.


1.2.4.5 Codes and Abbreviations/Sandi dan Akronim ATC/lATA
Pesawat udara merupakan sarana transportasi yang tercepat di dunia saat ini. Untuk mengimbangi kecepatan tersebut diperlukan pula suatu sistem komunikasi yang cepat dan tepat, termasuk sarana dan prasarananya. Untuk mengantisipasi masaIah tersebut, IATA bekerja sama dengan Traffic Conference of America (ATC) menciptakan Prosedur Standar Sistem Penyampaian Pesan sebagai sarana komunikasi antar sesama airlines, khususnya menyangkut pelaksanaan pemesanan tempat (reservation) melalui teleks atau komputer (Computer Reservation System/CRS).
Prosedur tersebut adalah ATC/IATA Reservations Interline Message Procedures dan dikenal dengan istilah AIRIMP. AIRIMP menghasilkan sistem komunikasi yang universal antara sesama airlines, karena format penyampaian pesannya seragam (unifonnity); pesan mudah dimengerti (understanding); makna pesan yang tepat dan jelas (accuracy); menghemat waktu dan uang (economy).
Untuk kepentingan sistem pemesanan tempat yang baku, digunakan sandi-sandi maupun akronim di dalam AIRIMP. Sandi dan akronim tersebut juga dapat digunakan untuk me-nyampaikan berita atau pesan-pesan tertulis yang bersifat umum, melalui CRS, teleks maupun berupa nota singkat yang berhubungan dengan penerbangan.
Di bawah ini adalah sandi-sandi, akronim, serta terjemahan yang terdapat dalam AIRIMP yang banyak digunakan sehari hari. Sandi dan akronim ini juga dipergunakan untuk sistem komunikasi perusahaan penerbangan/ airlines domestik.

1 komentar:

  1. Kepada Yth,
    PT. PERUSAHAAN DI TEMPAT
    Up :Pimpinan/Bag, Keuangan
    Hp : 082124466737

    Perihal : Penawaran Penerbitan Bank Garansi & Asuransi,
    (Tanpa Agunan,Non Collateral)
    Bersama ini Kami ingin memperkenalkan diri, bahwa
    PT.AMANAH AMAN TERPERCAYA ,
    adalah Perusahaan yang bergerak dibidang Jasa-
    Penerbitan Jaminan Bank Garansi & Surety Bond Tanpa Agunan atau Non Collateral,
    Proses Cepat,Bisa dicek Keabsahanya dan Polis Di Jamin kami antar.


    Jenis jaminan yang kami terbitkan yaitu sbb:
    1.Jaminan Penawaran ( Bid Bond )
    2.Jaminan Pelaksanaan ( Peformance Bond )
    3.Jaminan Uang Muka ( Advance Payment Bond )
    4.Jaminan Pemeliharaan ( Maintenance Bond )
    5.Jaminan pembayaran
    6.Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
    7.Jaminan reklamasi

    Jenis jaminan Asuransi kami terbitkan antaranya Sbb:
    • PT. Asuransi ASKRINDO
    • PT.Asuransi JASINDO
    • PT.Asuransi ASEI
    • PT.Asuransi SINARMAS
    • PT.Asuransi JAMKRINDO
    • PT.Asuransi ASKRIDA
    • PT.Asuransi BUMIDA
    • PT.Asuransi ACA
    • PT.Asuransi MEGA PRATAMA
    • PT.Asuransi BOSOWA ASURANSI
    • PT.Asuransi BERDIKARI
    • PT.Asuransi RAMAYANA
    * PT.Asuransi REKAPITAL
    * PT.Asuransi ASPAN
    * PT.Asuransi RAMA SATRIA WIBAWA
    * Asuransi DLL

    Jenis Bank Garansi Kami terbitkan Diantaranya sbb:
    * Bank MANDIRI
    * Bank BRI
    * Bank BNI
    * Bank BTN
    * Bank BCA
    * Bank MAYBANK/ BII
    * Bank BUKOPIN
    * Bank EXIM
    * Bank BPD DKI
    * Bank BPD JATIM
    * Bank BPD SUMSEL
    * Bank BPD JABAR
    * Bank J-TRUST
    * Bank SEMINAR

    Jasa Asuransi Yang Kami Tawarkan Diantaranya
    * Contracto's All Risk (CAR)
    * Conprenshive General Liability (CGL)
    * Workman Compesation Liability (WCL)
    * Property All Risk (PAR)
    * Automobile Liability (AL)
    * Marine Hull (MH)
    * Erection All Risk (EAR)

    Demikianlah penawaran ini kami sampaikan, semoga ini merupakan awal kerjasama yang baik dan-
    berkesinambungan dimasa yang akan saya ucapkan terimakasih...


    From : MELYAN.S
    Contac : 0821-2446-6737
    E-Mail : pt.mjs99@gmail.com

     PT.AMANAH AMAN TERPERCAYA  
    Tebet Utara Dalam No.1 Kel.Tebet Timur Kec.Tebet Jakarta Selatan

    BalasHapus