PENDAHULUAN
1.1
Unit Kerja penunjang Bisnis Penerbangan
Pengetahuan Tata Operasi Darat adalah
pengetahuan tentang penanganan pesawat dan pe] ayanan penumpang di bandara
(bandar udara). Dalam dunia penerbangan intemasional, Tata Operasi Darat
dikenal dengan istilah Ground Handling.
Ada tiga aspek yang pedu
diperhatikan untuk melaksanakan Tata Operasi Darat, yaitu penanganan/pelayanan
penumpang di bandar udara; formalitas yang harus dipenuhi; penanganan pesawat
selama berada di bandar udara.
Untuk dapat mempelajari
lebih dalam tentang Tata Operasi Darat, perlu diketahui dan dipahami terlebih
dahulu mekanisme kerja bisnis penerbangan komersial dan informasi tentang jasa
angkutan udara.
Perusahaan penerbangan
komersial atau airlines
merupakan
badan usaha jasa angkutan udara yang mengoperasikan pesawat terbang sebagai
sarana untuk mengangkut muatan dari suatu kota ke kota lain, baik di dalam
negeri maupun ke luar negeri. Muatan yang diangkut antara lain, yaitu
penumpang, barang/kargo (cargo),
dan
benda-benda pos.
Setiap orang dapat
menggunakan jasa angkutan udara dengan cara membeli tiket. Pelaksanaan penjualan
tiket penerbangan dapat dilakukan oleh perusahaan penerbangan itu sendiri, atau melalui jasa pelayanan biro perjalanan
yang telah ditunjuk secara resmi sebagai agen penjualan oleh perusahaan penerbangan/airline yang
bersangkutan.
Jasa pelayanan angkutan
udara dapat juga dimanfaatkan untuk pengiriman barang barang/ paket dari suatu
tempat ke tempat lain, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Paket atau
barang-barang kiriman ini dikenal dengan istilah cargo atau freight. Pelaksana
pengiriman kargo dikelola oleh badan usaha tersendiri, yang dikenal dengan Cargo
Agent atau Freight
Forwarder. Di Indonesia, badan usaha tersebut dikenal
dengan Ekspedisi Muatan Kapal Udara (EMKU).
Secara operasional, terdapat
empat unit kerja utama yang menunjang bisnis angkutan udara atau penerbangan
dapat terlaksana, yaitu passenger handling (penanganan
pelayanan penumpang); aircraft handling (penanganan
pesawat di bandar udara); inflight service (pelayanan
penumpang di dalam pesawat selama penerbangan); cargo handling (penanganan
kargo dan benda benda pos/mail).
Selain empat unit kerja
utama dalam operasional bisnis penerbangan masih ada lagi bidang yang cukup
penting, yaitu bidang administrasi, yang secara garis besar dapat terbagi dalam
administrasi keuangan; administrasi kepegawaian personalia; administrasi teknik
penerbangan.
Unit-unit kerja tersebut harus
saling melengkapi dan menunjang bisnis penerbangan menjadi sukses.
Sesungguhnya
penanganan/pelayanan penumpang/passenger handling sudah dimulai ketika
sebuah perusahaan penerbangan menerbitkan jadwal penerbangan (time table) yang
disebarluaskan kepada masyarakat.
Sampainya jadwal penerbangan
ke tangan masyarakat diharapkan akan menimbulkan keinginan untuk memanfaatkan
dan menggunakan jasa angkutan penerbangan dalam melakukan perjalanan, seperti
yang ditawarkan oleh perusahaan
penerbang'.
Penanganan/pelayanan
penumpang di dalam suatu perusahaan penerbangan secara keseluruhan melibatkan
beberapa unit kerja yang saling melengkapi dan menunjang. Unit kerja, atau
petugas dalam suatu unit kerja yang dalam melakukan tugasnya selalu berhadapan
langsung dengan penumpang disebut sebagai Front Liner (barisan
depan atau ujung tombak). Sebagai ujung tombak dari perusahaan, para petugas di
sektor ini merupakan cermin atau identitas dari perusahaan yang diwakilinya.
Baik buruknya penampilan dan pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawab
petugas Front
liner akan
mencerminkan mutu pelayanan perusahaan. Kesan pertama yang mampu ditunjukkan
dengan baik kepada masyarakat di dalam pelayanan/ penanganan penumpang akan
mampu mengundang minat penumpang baru untuk menikmati jasa penerbangan.
Rangkaian tata laksana
penanganan/pelayanan penumpang dapat diuraikan berdasarkan urutan pelaksanaan
sebagai berikut.
(1)
Reservation, yaitu proses pemesanan
tempat.
(2) Fare
Caculation, yaitu sistem penghitungan tarif.
(3) Ticketing, yaitu
penjualan/pembelian tiket.
(4) Departure, yaitu
proses pelayanan keberangkatan penumpang di bandar udara.
(5) Inflight
Service, yaitu
pelayanan penumpang selama di dalam pesawat/penerbangan.
(6)
Transit/Transfer
Service, yaitu pelayanan dan
penanganan penumpang di kota persinggahan.
(7)
Arrival, yaitu
penanganan/pelayanan penumpang di kota tujuan.
Kemungkinan
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan/irregularities di kota-kota persinggahan (transit point) hingga
ke kota tujuan (destination) adalah tanggung jawab perusahaan
penerbangan. Hal ini menjadi tugas dari pelayanan dan penanganan penumpang
sampai permasalahan yang dihadapi diselesaikan dengan tuntas.
Irregularity contohnya
antara lain keterlambatan pesawat (delay); kehilangan
bagasi (lost); kerusakan bagasi (damage).
Berdasarkan uraian tersebut,
dalam penanganan/pelayanan penumpang terdapat tiga kelompok kerja yang
berhadapan langsung dengan para pengguna jasa penerbangan, sebagai berikut :
1) Bidang penjualan dan pemasaran, yang terdiri dari:
a) Reservation, bertugas memberikan pelayanan pemesanan tempat;
b) Ticketing, bertugas dalam pelayanan dokumen pasasi dan perhitungan
tarif;
c) SalesdanMarketing, bertugas
dalam hal penjualan dan pemasaran.
2) PenangananJpelayanan penumpang di bandar udara, yang
terdiri dari:
a) Departure Section, bertugas
dalam pelayanan keberangkatan pennmpang;
b) Transit and Transfer Section, bertugas
dalam pelayanan terhadap penumpang yang akan melanjutkan penerbangan ke kota
tujuan, baik ganti pesawat maupun tanpa ganti pesawat.
c) Bagsage
Handling, betugas memberikan pelayananJpenanganan terhadap
penumpang tiba maupun berangkat.
d) Arrival
Section, bertugas
memberikan pelayanan kepada penumpang yang bara tiba.
3) Penanganan/pelayanan
penumpang di dalam penerbangan.
Bertugas memberikan
pelayanan terhadap penumpang selama penerbangan berlangung (Inflight
Service).
1.1.1 Penanganan
Pesawat di Bandar Udara (Aircraft
Handling)
Penanganan pesawat di bandar udara merupakan
satu unit kerja yang tidak pernah berhubungan langsung dengan para pengguna jasa
penerbangan, tetapi merupakan unit kerja yang sangat penting dan paling
menentukan terhadap keberhasilan terlaksananya suatu penerbangan.
Unit kerja penanganan
pesawat di bandar udara dapat dikelompokkan ke dalam tiga bidang pekerjaan
sebagai berikut.
1.1.1.1
flight Operation
Flight operation:
bidang operasi penerbangan yang tugasnya antara lain sebagai berikut.
a. Flight
plan, bertugas
mengatur perencanaan penerbangan.
b. Load
and Balance, bertugas mengatur keseimbangan pesawat.
c. Notice
to Airman, tugasnya berkomunikasi dengan penerbang,
misalnya memberikan keterangan mengenai cuaca (NOTAM).
1.1.1. 2 Penanganan pesawat di pelalaran bandar
udara (Ramp Handling)
Bidang kerja ini
melayanil melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut.
a. Marshelling, bertugas
memandu kedatangan/keberangkatan pesawat.
b. Maintenance, bertugas
memeriksa/memelihara kondisi pesawat, termasuk kebersihan tempat duduk dan pantry.
c. Fueling/Refueling, mengisi
bahan baker pesawat
d. Load
Planning, perencanaan muatan penumpang dan barang.
e. Loading/Unloading, melaksanakan
bongkar muat barang.
f. Load
and Balance, mengatur keseimbangan pesawat, dalam hal ini
termasuk penumpang dan barang/bagasi.
g. Aircraft
Cleaning, membersihkan kabin pesawat dan kamar keeil.
1.1.1.3 Catering
Catering bertugas
menyediakan konsumsi bagi para penumpang selama dalam penerbangan.
Menjadi kewajiban dari
perusahaan penerbangan untuk senantiasa menyediakan konsumsi bagi setiap
penumpang yang menggunakan jasa penerbangannya. Namun, tidaklah mungkin bagi
setiap perusahaan penerbangan untuk menyiapkan konsumsi bagi para penumpangnya.
Oleh karenanya, untuk urusan katering biasanya dipercayakan kepada perusahaan
lain sebagai partner usaha.
1.1.2 Pelayanan Penumpang
selama Penerbangan (lnflight Service)
Penanganan/pelayanan penumpang di dalam
penerbangan dilaksanakan oleh awak pesawat/kru(crew) yang terdiri dari cockpit
crew dan cabin crew.
1) Cockpit
crew adalah
awak pesawat yang bertugas di kokpit, yang terdiri dari:
a) Pilot
in Command ialah kapten penerbang yang bertindak sebagai
pimpinan dalam penerbangan.
b) First
Officer/Co Pilot adalah asisten penerbang.
c) Flight
Engineer merupakan montir penerbangan.
2) Cabin
Crew adalah
awak pesawat yang bertugas di dalam kabin pesawat untuk memberikan pelayanan
kepada penumpang, yang terdiri dari:
a) Purser/Cabin
Superintendant adalah pimpinan awak kabin.
b) Steward/pramugara bertugas
memberikan pelayanan kepada penumpang selama penerbangan. Pramugara adalah
petugas laki laki.
c) Stewardess
atau flight hostess/pramugari memiliki tugas sama dengan pramugara.
Pramugari adalah petugas wanita.
1.1.3 Penanganan
Barang Kiriman (Cargo Handling )
Istilah kargo dipergunakan untuk barang-barang
kiriman dan benda-benda pos yang diangkut dengan pesawat udara dari satu bandar
udara ke bandar udara lain, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Penanganan/pelayanan
barang-barang kiriman atau benda pos dilakukan oleh suatu unit kerja tersendiri
yang dalam pelaksanaan tugasnya tidak terlepas dari kerja sama dengan
perusahaan penerbangan dan pengelola pelabuhan/bandara.
Di bandar udara yang kecil
biasanya penanganan/pelayanan penumpang, bagasi dan kargo dilaksanakan dalam
satu atap di gedung terminal yang sama. Di bandar udara komersial internasional,
penanganan kargo dilaksanakan di terminal kargo yang berdiri sendiri.
Pengiriman barang melalui kargo biasanya dilakukan untuk yang sangat diperlukan
cepat sampai ke tempat tujuan sesuai dengan kebutuhannya, misalnya (a) suku
cadang berbagai mesin pabrik dan peralatan elektronik; (b) yang berhubungan
dengan bisnis dan finansial/perbankan; (c) barang-barang yang mudah rusak,
seperti sayuran dan buah-buahan.
Pengiriman barang-barang
melalui jasa pelayanan penerbangan pasti lebih cepat dan tepat bila
dibandingkan dengan transportasi lainnya.
Demikianlah empat unit kerja
utama untuk menunjang terselenggaranya bisnis angkatan udara atau penerbangan.
1.2 Peraturan Internasional Bisnis Penerbangan
Untuk mempelajari lebih dalam tentang
penerbangan komersial, perlu dibahas pula beberapa peraturan intemasional yang
mendasari terciptanya hubungan kerja antar negara di sektor penerbangan
komersial. Peraturan tersebut ditetapkan di dalam Konvensi Chicago (Chicago
Convention); Perjanjian Bilateral Antar negara (Bilateral
Agreements); Konvensi Warsawa (Warsawa
Convention); Ketentuan Umum Perjanjian Kontrak Penumpang dengan
Perusahaan Penerbangan/Pengangkut (The IATA General Condition of Carriage).
1.2.1 Konvensi
Chicago (Chicago Convention)
Chicago Convention berlangsung
di kota Chicago, Amerika Serikat pada tahun 1944, seusai Perang Dunia II di
Benua Eropa. Hampir setiap negara yang berkecimpung dalam bidang transportasi
udara hadir dalam pertemuan internasional ini.
Dalam Chicago Convention inilah
dihasilkan kesepakatan bersama di bidang angkutan udara intemasional yang
menjadi landasan untuk setiap peraturan yang berlaku hingga sekarang ini.
Konvensi tersebut juga menghasilkan terbentuknya suatu organisasi/lembaga yang
mempunyai kekuasaan membuat peraturan yang berkaitan dengan masalah penerbangan
sipil, termasuk transportasi udara komersial serta sarana dan prasarana
pendukungnya. Lembaga ini bernama International Civil Aviation Organization (ICAO).
ICAO adalah suatu lembaga
resmi yang berada di bawah naungan PBB dan bertugas untak menciptakan standar
pengelolaan sarana dan prasarana navigasi udara, termasuk hukum-hukum
intemasional yang berkaitan erat dengan transportasi udara. Kantor Pusat ICAO
berada di Montreal,
Kanada.
Setiap negara merdeka memiliki batas wilayah udara yang diakui kedaulatannya
secara intemasional. Berdasarkan ketentuan internasional, batas wilayah udara
ini tidak boleh dilanggar oleh negara mana pun. Pelanggaran terhadap wilayah
kedaulatan negara tertentu dapat menimbulkan pertentangan antara kedua negara
yang bersangkutan, bahkan lebih dari sekadar pertentangan.
Untuk menghindari kemungkinan
terjadinya hal tersebut, setiap angkutan udara yang akan melintasi batas
wilayah udara negara lain harus memberitahukan dan meminta izin dahulu kepada penguasa negara yang batas wilayah dan wilayah
udaranya akan dilalui. Jika hal tersebut tidak dilakukan, negara bersangkutan
dapat bertindak tegas dengan memberikan peringatan keras, bahkan tindakan yang merupakan sanksi atas pelanggaran
wilayah udara tersebut, misalnya penimbakan terhadap pesawat udara yang
melintasi batas wilayah udara tanpa izin.
1.2.2
Persetujuan Bilateral (Bilateral Agreements)
Tidaklah mungkin apabila setiap perusahaan
penerbangan yang akan mengoperasikan angkutan udaranya melalui wilayah udara
atau bahkan singgah di negara lain harus selalu meminta izin dahulu. Oleh karena itu, perlu dibuat peraturan-peraturan
yang menyangkut kepentingan tersebut.
Konvensi tidak berwenang
memberikan izin terbang bagi penerbangan intemasional, apalagi
menyangkut lintas batas wilayah udara dari masing-masing negara berdaulat.
Kesepakatan antar dua negara sehubungan dengan hal tersebut disebut perjanjian bilateral (Bilateral
Agreement). Dalam perjanjian
bilateral, kedua pihak mengakui hak dan kewajiban masing-masing dengan hasil
perjanjian yang saling menguntungkan keduanya. Berdasarkan hasil pembicaraan
dalam konvensi, dibuatlah peraturan-peraturan yang menyangkut izin lalu lintas
terbang, izin mendarat setiap penerbangan baik reguler berjadwal maupun yang tidak
berjadwal. Setiap negara akan mengirimkan instansinya yang berwenang untuk ikut dalam pembicaraaan bilateral
agreement, yaitu Directorate
of Civil Aviation (DCA).
Di Indonesia, tugas tersebut
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Dalam hal ini, kebijaksanaan
yang ditetapkan dikenal dengan istilah The Open Sky Policy atau “Kebijaksanaan
Pintu Terbuka" bagi penerbangan manca negara. Masing-masing negara
sangat memperhitungkan untung rugi di dalam pemberian izin terbang melintasi
udara wilayahnya, termasuk izin mendarat bagi pesawat udara perusahaan
penerbangan negara lain. Misalnya, antara negara Australia
dan Indonesia. Australia memiliki dua perusahaan penerbangan yang terbang
dari/ke kota-kota di Indonesia. Negara Indonesia memiliki tiga perusahaan
penerbangan yang menerbangi rute dari/ke Australia
Perimbangan jumlah kapasitas
angkut dari kelima perusahaan tersebut menjadi bagian yang dipertimbangkan
dalam pembicaraan/perjanjian bilateral negara Indonesia- Australia menyangkut
masalah penerbangan lintas batas antara keduanya.
Persetujuan/perjanjian
bilateral akan menjadi multilateral bila menyangkut lintas batas lebih dari dua
negara. Sebagai contoh, penerbangaan antara Jakarta-Amsterdam. Penerbangan ini
akan melintasi banyak negara, bahkan kemungkinan singgah. Negara-negara
yang dilintasi, antara lain Singapura, Malaysia, Thailan, India, Negara-negara
Timur Tengah dan negara-negara Eropa sebelum mendarat di Amsterdam. Untuk
melewati negara negara tersebut, Garuda harus sudah mendapatkan izin dari
masing masing negara berdasarkan persetujuan mengenai terbang lintas antara
pihak pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara-negara yang di lalui atau
disinggahinya.
Di dalam perjanjian
bilateral ini juga disepakati tentang hak-hak dari setiap perusahaan penerbangan
yang akan singgah di negara lain. Misalnya, Garuda Indonesia mengalami
kerusakan pesawat di Frankfurt maka biasanya dalam pembelian kebutuhan suku
cadang pemerintah Jerman akan memberikan kebebasan bea masuk, tetapi harus di
wilayah beacukainya. Demikian pula sebaliknya Lufthansa di Indonesia.
Yang perlu dipahami dari
pelaksanaan perjanjian bilateral ini ialah sejauh mana izin penerbangan lintas
batas tersebut diberikan oleh negara bersangkutan. Izin tersebut misalnya untuk
hal-hal sebagai berikut.
1. Pesawat
diizinkan terbang melintas wilayah udara suatu negara tanpa boleh mendarat di
salah satu bandar udara negara tersebut.
2. Pesawat
diizinkan mendarat hanya untuk mengisi bahan bakar.
3. Pesawat
diizinkan mendarat untuk mengisi bahan bakar, mengangkut penumpang, kargo,
benda pos (passenger, cargo and mail), dan lain-lain.
Peraturan izin yang di tetapkan sehubungan
dengan trayek penerbangan disebut Traffic Right, yaitu
hak dan kebebasan untuk mengangkut penumpang, kargo dan benda pos dalam suatu
penerbangan.
Traffic Right terdiri
dari
enam perjanjian yang disebut The Six Freedom of Air yang
isinya antara lain sebagai berikut.
1. First
Freedom: Hak
suatu perusahaan penerbangan suatu negara untuk terbang melintasi udara negara
lain tanpa mendarat. Contoh: KLM terbang dari Amsterdam ke Australia melintasi
Indonesia tanpa berhentil singgah di Jakarta atau bandar udara lain di
Indonesia.
2. Second
Freedom: Hak
suatu perusahaan penerbangan suatu negara untuk mendarat di negara lain dengan
maksud hanya mengisi bahan bakar saja. Contoh: Lufthansa dalam penerbangannya
ke Eropa dari Jakarta singgah di Singapura untuk mengisi bahan bakar, tetapi
tidak mengangkut penumpang.
3. Third
Freedom: Hak
suatu perusahaan penerbangan suatu negara untuk mendarat di negara lain, dengan
membawa penumpang dan cargo dari negara asalnya. Contoh: Garuda terbang ke
Singapura dengan membawa penumpang dan cargo dari Jakarta
4. Fourth
Freedom: Hak
suatu perusahaan penerbangan suatu negara untuk mengangkut dari negara lain,
penumpang, pos dan cargo untuk dibawa ke negerinya. Contoh: Garuda mengangkut
penumpang, pas dan cargo dari Singapura untuk dibawa ke Jakarta.
5. Fifth
Freedom: Hak
suatu perusahaan penerbangan suatu negara untuk mengangkut penumpang, pos dan
cargo dari suatn kota di negara lain, untuk dibawa ke negara ketiga. Contoh:
Garuda mengangkut penumpang, pos dan cargo dari Singapura untuk dibawa ke
negeri Belanda.
6. Sixth
Freedom: Hak
suatu perusahaan penerbangan suatu negara untuk mengangkut penumpang, pos dan
cargo dari suatu negara asing, dan diterbangkan ke negara asing lainnya,
melalui negaranya. Contoh: Garuda mengangkut penumpang, pos dan cargo dari
negeri Belanda ke Australia dan singgah di Jakarta terlebih dahulu. (Jakarta
adalah home base Garuda).
1.2.3 Konvensi
Warsawa (The Warsawa Convention)
Pada permulaan abad ke- 20,
pesawat terbang telah memperlihatkan eksistensinya sebagai sarana transportasi
yang cepat dan andal. Hampir setiap negara, terutama di Eropa dan Amerika Utara
berusaha untuk memiliki dan mengoperasikan pesawat terbang sebagai sarana
mengangkut penumpang dan barang bawaannya, termasuk barang kiriman serta benda
pos (mail). Masalah keamanan dan keselamatan penerbangan merupakan
pokok pemikiran, khususnya yang berhubungan dengan masalah tanggungjawab bila
terjadi kecelakaan dalam suatu penerbangan.
Atas dasar pemikiran tersebut,
pada tahun 1929, para pemilik/pengelola perusahaan penerbangan mengadakan
pertemuan/pembicaraan antarnegara dalam suatu konvensi di Warsawa, Polandia
yang di kenal dengan The Warsawa Convention. Pertemuan
ini merupakan pertemuan pertama yang membahas masalah tanggungjawab dalam
bisnis penerbangan.
Dalam konvensi ini, dibahas
hal-hal yang menjadi tanggungjawab perusahaan angkutan udara/airlines sebagai berikut.
1. Keamanan
dan keselamatan penumpang, bagasi, kargo dan mail di dalam penerbangan.
2. Tanggungjawab
jawab terhadap penumpang, mencakup kematian dan cedera atau luka-luka.
3. Tanggungjawab
terhadap bagasi, penumpang, kargo dan mail menyangkut masalah kehilangan,
kerusakan dan keterlambatan di dalam pengiriman.
Warsawa
Convention menetapkan tentang pemindahan tanggungjawab sepenuhnya
kepada airline yang
mengangkut atau carrier selama proses pengangkutan berlangsung. Agar
lebih jelas, perbedaan antara airline/perusahaan penerbangan dengan carrier/perusahaan
penerbangan pengangkut perlu dipahami.
Airline adalah
perusahaan penerbangan yang menerbitkan dokumen penerbangan untuk
mengangkut penumpang beserta bagasinya, barang kiriman (kargo) dan benda-benda
pos (mail) dengan pesawat udara.
Carrier adalah
perusahaan penerbangan yang bertugas mengangkut penumpang beserta bagasi yang
dibawa, barang kiriman (kargo) dan benda- benda pos (mail) dengan
pesawat udara.
Perhatikan contoh berikut.
Cathay Pacific menerbitkan dokumen penerbangan untuk penumpang dengan rute JKT-HKG-FRA
(Jakarta-Hong Kong-Frankfurt). Penerbangan dari Jakarta ke Hong Kong dilakukan
dengan pesawat Garuda/GA, kemudian dari Hong Kong ke Frankfurt dengan pesawat
Cathay Pacific. Pada penerbangan Jakarta-Hong Kong, Garuda berpungsi sebagai carrier,
sedangkan pada penerbangan Hong Kong-Frankfurt, Cathay Pacific yang
berfungsi sebagai carrier. Adanya jaminan tersebut dapat memberikan
rasa tenteram kepada penumpang, para pengirim maupun penerima barang di tempat
tujuan. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat kepada perusahaan penerbangan/airlines
menjadi semakin besar.
Dalam pelaksanaan pelayanan jasa
angkutan ucara, perlu ditentukan batasa antara hak dan tanggungjawab kedua
belah pihak, yaitu pihak pceusahaan penerbangan dan para pengguna jasa angkutan
penerbangan tersebut. Dengan begitu,maka antara perusahaan penerbangan (airlines
maupun carrier) dengan penumpang dan pengirim barang di pihak lain
saling mengetahui hak dan tanggungjawabnya.
Konvensi Warsawa telah
menetapkan batas tanggung jawab airlines terhadap kematian, cedera atau
luka tetap bagi penumpang dalam bentuk sejumlah uang sebagai konpensasi. Adapun
untuk bagasi, kargo dan benda-benda pos (mail) yang hilang atau rusak
ketika tiba di tempat tujuan mendapatkan konpensasi yang sama dalam bentuk
uang. Perhitungan untuk itu semua berdasarkan berat barang yang hilang atau
rusak.
1.2.4
International Air Transport Association (IATA)
Membicarakan perusahaan
penerbangan tentu tidak lepas dari ulasan tentang organisasi yang menaungi
secara internasional, yaitu lnternational Air Transport
Association (IATA).
1.2.4.1 Sejarah
Terbentuknya lATA
Organisasi IATA dibentuk
tahun 1945 untuk menangani masalah yang terjadi akibat cepatnya laju
perkembangan penerbangan sipil setelah akhir Perang Dunia II. Tujuan berdirinya asosiasi ini tercantum di dalam peraturan
yang disebut Article of Association, antara lain sebagai berikut.
1. Mempromosikan tentang keselamatan penerbangan dan
penumpangnya; ketepatan waktu pelayanan/perjalanan penerbangan; transportasi
udara yang ekonomis. Hal ini demi keuntungan rakyat/pengguna jasa transportasi
udara di seluruh dunia serta melindungi penerbangan komersial itu sendiri.
2. Menyediakan sarana untuk bekerja sama dengan
perusahaan-perusahaan penerbangan yang terlibat langsung maupun tidak langsung
dalam jasa pengangkutan udara intenasional.
3. Bekerja sama dengan ICAO dan organisasi-organisasi
internasional lainnya.
1.2.4.2 Fungsi lATA
Fungsi IATA dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu fungsi untuk perusahaan penerbangan (airlines), fungsi untuk
pemerintah dan negara, dan fungsi
untuk masyarakat.
1. Fungsi
untuk Perusahaan Penerbangan (Airlines)
IATA menyediakan cara-cara
untuk memecahkan masalah-masalah airlines yang dihadapi oleh setiap
perusahaan penerbangan. Adalah suatu kenyataan bahwa dengan segala perbedaan,
seperti bahasa, adat istiadat, mata uang, peraturan-peraturan dari
masing-masingnegara, termasuk peraturan perusahaan penerbangannya, IATA telah
membatu dengan menyusun rute-rute perjalanan dan mengatur jadwal penerbangan.
Organisasi IATA mengumpulkan
pengalaman dan informasi dari perusahaan penerbangan yang sudah lebih maju dan
membagikan pengalaman dan informasi itu kepada perusahaan penerbangan lain yang
masih baru.
2. Fungsi
untuk Pemerintah dan Negara
Fungsi IATA bagi pemerintah
clan negara, yaitu IATA menyiapkan cara untuk menyesuaikan harga dan tarif
intemasional; memberikan pengalaman praktis dari beberapa perusahaan
penerbanganl airlaines; membatu menciptakan harga yang ekonomis untuk
angkutan pos; memberikan keyakinan bahwa perdagangan, keselamatan serta
kenyamanan merupakan suatu pelayanan jasa yang sangat diutamakan.
3. Fungsi
untuk Masyarakat
Fungsi IATA untuk
masyarakat, yaitu memberikan kepastian akan adanya suatu standar operasional
yang tinggi di mana pun; memberikan kepastian adanya praktel-praktek bisnis
yang wajar dari perusahaan penerbangan dan agen-agenya; memastikan bahwa
harga-harga penerbangan yang ditetapkan merupakan tarif yang terjangkau oleh
masyarakat.
Dengan adanya kantor-kantor
perusahaan penerbangan dan agen-agen penjualannya, seorang penumpang dengan
mudah dapat memesan tiket untuk peIjalanannya ke beberapa kota maupun negara,
termasuk memesan akomodasi yang dikehendakinya. Untuk itu, seseorang cukup
melakukan pemesanan melalui satu perusahaan saja, yaitu suatu biro peIjalanan
yang telah menjadi anggota IATA.
Sebagai suatu organisasi, IATA
merupakan pelopor, bersifat
terbuka, non-politik dan demokratis.
Keanggotaannya terbuka bagi setiap perusahaan yang telah mendapat izin dari
pemerintahnya yang telah menjadi anggota ICAO.
Di dalam tubuh IATA ada dua
kategori keanggotaan, yaitu Active Member yang
merupakan perusahaan penerbangan anggota IATA yang menerbangi rute-rute internasional
dan Associate
Member yang
merupakan perusahaan penerbangan anggota IATA yang menerbangi rute-rute dalam
negeri.
Active
Member IATA
dibagi
ke dalam dua kategori, yaitu Trade Association yang
aktivitas keanggotaannya mencakup semua aspek nonkomersial penerbangan sipil, Tariff
Coordination yang aktivitas keanggotaannya mencakup negosiasi harga
dan tarif internasional.
Organisasi IATA mengadakan
rapat umum Pertemuan Tahunan (Annual General Meeting) yang dihadiri oleh
seluruh anggotanya. Semua active member memiliki satu hak suara.
Kebijakan yang akan berlaku sepanjang tahun diatur oleh anggota Komite Pelaksana/Executive Committee yang
terpilih dan pelaksanaannya dilakukan oleh komite- komite yang lain, seperti
Komite Keuangan, Komite Hukum, dan Komite Teknik dan Traffic. Pengkoordinasian
persetujuan harga/tarif dipercayakan kepada IATA Tariff Coordination
Conference melalui suatu rapat tersendiri yang membahas tentang
pengangkutan penumpang dan muatan.
1.2.4.3 Program Keagenan IATA
Perusahaan penerbangan harus dapat menjual
tiketnya ke seluruh dunia apabila mereka ingin mendapatkan akses yang paling
baik di pasar. Agar dapat melaksanakan usaha tersebut, perusahaan penerbangan
harus bekerja sama dengan biro-biro perjalanan, selain kantomya sendiri.
Karena biro perjalanan
bertanggung jawab atas sebagian besar hasil penjualan tiket perusahaan
penerbangan, maka sangat penting bahwa setiap biro perjalanan memiliki keuangan
yang cukup dan bonafide; keamanan yang terjamin dan memadai; sumber daya
manusia yang profesional.
Program keagenan IATA antara lain sebagai berikut.
1) Menyediakan
suatu sistem administrasi yang adil bagi semua agen penjualan penumpang dan
muatan.
2) Melalui
suatu kontrak tunggal dengan IATA maka setiap biro perjalanan umum (BPU) yang
mampu untuk mewakili perusahaan penerbangan boleh menyimpan dokumendokumen
penting, seperti tiket, miscellaneous charges order (MeO), airway
bill. Biro
perjalanan umum dapat menjualkan dokumen-dokumen itu dan memperoleh kompensasi
berupa komisi dari perusahaan penerbangan anggota IATA.
Hampir semua biro perjalanan
umum berusaha untuk mengembangkan dan memajukan perusahaannya agar dapat
menjadi agen penjualan resmi IATA (IATA Approved Sales Agent).
Apabila sebuah biro
perjalanan umum atau agen perjalanan telah menjadi IATA Sales Agent,maka
mereka mendapatkan keuntungan-keuntungan sebagai berikut .
1) Mendapatkan
hak untuk menyimpan stok (persediaan) tiket dari perusahaan-perusahaan
penerbangan IATA di perusahaannya.
2) Memiliki
fasilitas kredit dari perusahaan penerbangan/airlines.
Kredit yang diberikan airlines IATA
berkisar antara dua minggu sampai satu bulan dan diatur sebagai berikut.
a) Penjualan
tiket antara tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 dibayar pada tanggal 30 atau 31
bulan yang sama.
b) Penjualan
tiket antara tanggal 16 sampai dengan tanggal 30 atau 31
dibayar pada tanggal 15 bulan berikutnya.
c) Menerima komosi sebesar 9% dari harga tiket yang
dijualnya.
d) Dapat
menikmati diskon agen untuk karyawannya sebesar75% dari harga ticket.
1.2.4.4 Syarat-Syarat Pengangkutan Penumpang dan
Bagasi
Syarat pengangkutan penumpang beserta bagasi
yang dibawa disepakati dalam Konvensi Warsawa, yang tertuang daIam bentuk
naskah The
IATA General Condition of Carriage.
Condition of Contract adalah
naskah kontrak antara penumpang dengan perusahaan penerbangan/airlines pengangkut. Naskah kontrak ini
tercantum di dalam semua tiket penerbangan komersial internasional. Kondisi
kontrak tersebut hanya berlaku untuk penerbangan internasional, sedangkan untuk
penerbangan domestik berlaku peraturan tersendiri sesuai dengan kebijakan
negara bersangkutan.
Penumpang maupun airlines
harus memahami isi naskah kontrak yang tercetak di dalam tiket airlines agar
hak dan kewajiban kedua belah pihak jelas. Kontrak
seperti ini dicetak di tempat yang terbatas, tetapi mempunyai arti yang sangat
penting bagi penumpang maupun airlines. Sebagai pengguna jasa
penerbangan disarankan membaca dengan saksama, dan mempelajari naskah tersebut
dengan sebaik -baiknya agar tidak terjadi saIah pengertian dan penafsiran.
1.2.4.5 Codes and Abbreviations/Sandi
dan
Akronim ATC/lATA
Pesawat udara merupakan
sarana transportasi yang tercepat di dunia saat ini. Untuk mengimbangi
kecepatan tersebut diperlukan pula suatu sistem komunikasi yang cepat dan
tepat, termasuk sarana dan prasarananya. Untuk mengantisipasi masaIah tersebut,
IATA bekerja sama dengan Traffic
Conference of America (ATC) menciptakan
Prosedur Standar Sistem Penyampaian Pesan sebagai sarana komunikasi antar sesama
airlines, khususnya menyangkut pelaksanaan pemesanan tempat (reservation)
melalui teleks atau komputer (Computer Reservation System/CRS).
Prosedur tersebut adalah ATC/IATA
Reservations Interline Message Procedures dan
dikenal dengan istilah AIRIMP. AIRIMP menghasilkan sistem
komunikasi yang universal antara sesama airlines, karena format
penyampaian pesannya seragam (unifonnity); pesan
mudah dimengerti (understanding); makna
pesan yang tepat dan jelas (accuracy); menghemat
waktu dan uang (economy).
Untuk kepentingan sistem
pemesanan tempat yang baku, digunakan sandi-sandi maupun akronim di dalam
AIRIMP. Sandi dan akronim tersebut juga dapat digunakan untuk me-nyampaikan
berita atau pesan-pesan tertulis yang bersifat umum, melalui CRS, teleks maupun
berupa nota singkat yang berhubungan dengan penerbangan.
Di bawah ini adalah sandi-sandi, akronim,
serta terjemahan yang terdapat dalam AIRIMP yang banyak digunakan sehari hari.
Sandi dan akronim ini juga dipergunakan untuk sistem komunikasi perusahaan
penerbangan/ airlines domestik.
Kepada Yth,
BalasHapusPT. PERUSAHAAN DI TEMPAT
Up :Pimpinan/Bag, Keuangan
Hp : 082124466737
Perihal : Penawaran Penerbitan Bank Garansi & Asuransi,
(Tanpa Agunan,Non Collateral)
Bersama ini Kami ingin memperkenalkan diri, bahwa
PT.AMANAH AMAN TERPERCAYA ,
adalah Perusahaan yang bergerak dibidang Jasa-
Penerbitan Jaminan Bank Garansi & Surety Bond Tanpa Agunan atau Non Collateral,
Proses Cepat,Bisa dicek Keabsahanya dan Polis Di Jamin kami antar.
Jenis jaminan yang kami terbitkan yaitu sbb:
1.Jaminan Penawaran ( Bid Bond )
2.Jaminan Pelaksanaan ( Peformance Bond )
3.Jaminan Uang Muka ( Advance Payment Bond )
4.Jaminan Pemeliharaan ( Maintenance Bond )
5.Jaminan pembayaran
6.Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
7.Jaminan reklamasi
Jenis jaminan Asuransi kami terbitkan antaranya Sbb:
• PT. Asuransi ASKRINDO
• PT.Asuransi JASINDO
• PT.Asuransi ASEI
• PT.Asuransi SINARMAS
• PT.Asuransi JAMKRINDO
• PT.Asuransi ASKRIDA
• PT.Asuransi BUMIDA
• PT.Asuransi ACA
• PT.Asuransi MEGA PRATAMA
• PT.Asuransi BOSOWA ASURANSI
• PT.Asuransi BERDIKARI
• PT.Asuransi RAMAYANA
* PT.Asuransi REKAPITAL
* PT.Asuransi ASPAN
* PT.Asuransi RAMA SATRIA WIBAWA
* Asuransi DLL
Jenis Bank Garansi Kami terbitkan Diantaranya sbb:
* Bank MANDIRI
* Bank BRI
* Bank BNI
* Bank BTN
* Bank BCA
* Bank MAYBANK/ BII
* Bank BUKOPIN
* Bank EXIM
* Bank BPD DKI
* Bank BPD JATIM
* Bank BPD SUMSEL
* Bank BPD JABAR
* Bank J-TRUST
* Bank SEMINAR
Jasa Asuransi Yang Kami Tawarkan Diantaranya
* Contracto's All Risk (CAR)
* Conprenshive General Liability (CGL)
* Workman Compesation Liability (WCL)
* Property All Risk (PAR)
* Automobile Liability (AL)
* Marine Hull (MH)
* Erection All Risk (EAR)
Demikianlah penawaran ini kami sampaikan, semoga ini merupakan awal kerjasama yang baik dan-
berkesinambungan dimasa yang akan saya ucapkan terimakasih...
From : MELYAN.S
Contac : 0821-2446-6737
E-Mail : pt.mjs99@gmail.com
PT.AMANAH AMAN TERPERCAYA
Tebet Utara Dalam No.1 Kel.Tebet Timur Kec.Tebet Jakarta Selatan